Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Jenis-jenis Aspal Sebagai Material Konstruksi Perkerasan Jalan

Jenis-jenis Aspal Sebagai Material Konstruksi Perkerasan Jalan
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat berubah menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke pori-pori yang ada pada penyemprotan / penyiraman pada pelaksanaan pelaburan.

Jika temperaturnya mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya atau sifat thermoplastic. Bahan dasar dari aspal adalah hidrokarbon yang umum disebut sebagai bitumen. Aspal yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi, dan di samping itu mulai banyak pula digunakan aspal yang berasal dari pulau Buton.

Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya 4%-10% berdasarkan berat atau 10%-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Nah, Pada kali ini kami akan membahas Jenis-jenis Aspal Sebagai Material Konstruksi Perkerasan Jalan.

Aspal Minyak

Aspal minyak (aspal semen/aspal keras, bitumen, aspal baku) adalah kumpulan bahan-bahan tersisa dari proses destilasi minyak bumi (atmospheric, vacuum, debotlenecking, dan sebagainya) di pabrik kilang minyak, bahan sisa yang dianggap sudah tidak bisa lagi diproses secara ekonomis (dengan kemajuan teknologi dan kondisi mesin yang ada) untuk dapat menghasilkan produk-produk yang dapat dijual seperti misalnya sejenis bahan bakar, bahan pelumas dan lainnya.

Bahan-bahan sisa tadi dicampurkan antara residu padat dengan bahan cair lain, biasanya akan dibagi dalam tiga kelas, yaitu Kelas Penetrasi (Pen40/50, Pen 80/70 dan Pen 80/100). Di negara lain, selain Kelas Penetrasi dikenal juga Kelas Viskositas (Australia, contoh: AC-2,5, AC-5, dan sebagainya) serta kelas Performance Grade (diusulkan oleh SHRP untuk kelas aspal yang dikaitkan dengan ketahanannya terhadap suhu, contoh: PG 64-10, PG 70-20, dan sebagainya).

Garis besar proses kilang minyak yang akhirnya akan menghasilkan sisa bahan yang kita sebut aspal minyak seperti tergambarkan dalam sketsa di bawah ini.
Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)
Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)



Pada suhu tertentu (misalnya suhu kamar 25°C, suhu standar untuk tes angka penetrasi aspal), semakin rendah angka penetrasi maka akan semakin keras wujud aspal, semakin susah cara penanganannya (dipertukan suhu lebih tinggi agar aspal menjadi junak atau cair).

Sebaliknya, semakin tinggi angka penetrasi, maka aspal akan mudah menjadi encer, mudah dikerjakan, tetapi terancam sulit untuk mencapai kestabilan campuran aspal, terutama pada iklim panas seperti di Indonesia, karena aspal cenderung melunak pada suhu udara tinggi.

Namun, kaitan antara angka penetrasi dan kelunakan aspal pada unjuk kerja akhir belum ada data yang dapat dijadikan pedoman, karena banyak hal yang akan terlibat, antara lain titik lembek (angka penetrasi dan titik lembek tidak saling berhubungan), jumlah filler, jenis gradasi, dan lain sebagainya.

Pengerjaan aspal umumnya memerlukan pemanasan pada suhu sekitar 110-170°C, supaya aspal menjadi encer (viskositas rendah, sekitar 0,2 sampai dengan 50 Pa.s), sehingga mudah untuk dipompa/dipindahkan, dicampur dengan agregat ataupun dipadatkan.

Akibat pemanasan tersebut, apalagi kalau berkali-kali dan dalam waktu lama, maka banyak minyak aromatik yang menguap, sehingga menyebabkan aspal mengeras (angka penetrasi turun).

Aspal dengan penetrasi rendah akan gampang terkena oksidasi menjadi getas, kehilangan daya lengketnya, dengan akibat lapis aspal akan terburai atau lepas butir. Di Indonesia kita sepakati angka terendah untuk penetrasi bahan aspal ditetapkan 50 (Spesifikasi Bina Marga sejak 2003), supaya setelah dikerjakan dan menjadi lapis perkerasan, aspal masih tahan terhadap oksidasi akibat sinar matahari di permukaan jalan, hingga aspal mengering dan mencapai penetrasi 25 (dipercaya batas terendah angka penetrasi untuk aspal sebelum terburai adalah pen 25).

Sebenarnya aspal 40/50 masih bisa digunakan untuk permukaan jalan yang berumur pendek dan falu lintas ringan semacam jalan desa atau jalan kabupaten yang masih sepi, dengan pemanasan menggunakan kayu bakar di pinggir jalan (tanpa mesin canggih dan mahal), cepat mengering setelah disemprotkan ke permukaan jalan.

Baca Juga :
Pelaksanaan pekerjaan tersebut dikenal sebagai Metode Surface Dressing (Burtu/burda) dan Metode Penetrasi Macadam, tidak terlalu jelek dilihat dari segi kualitas, tetapi dianggap sudah ketinggalan zaman karena bersifat padat karya, lambat, dan permukaannya kasar. Cara ini pernah dipraktikkan di seluruh dunia menjelang dan sesudah Perang Dunia II, terutama sewaktu kebutuhan pembuatan jalan belum terlalu banyak sehingga tidak harus dilakukan dengan mesin-mesin besar (Stone Crusher, AMP, Dumptruck, Finisher, Pneumatic Tyre Roller, Agregat spreader, dan sebagainya).

Namun, teknologi pembuatan jalan dengan cepat berubah ke padat mesin karena meningkatnya kebutuhan sarana lalu jintas jalan raya, meningkatnya tuntutan kualitas dan di samping semakin sulitnya bagi negara-negara industri (negara maju) mendapatkan tenaga kerja untuk pelaksanaan pembuatan jalan secara padat karya.

Aspal Emulsi

Aspal emulsi
Aspal emulsi | Sumber : PT. Triasindomix
Aspal emulsi adalah aspal yang bercampur air (60-70%) dalam bentuk emulsi. Bergabungnya aspal dengan air dimungkinkan karena adanya bahan tambahan yang bersifat katalis. Pencampuran aspal dengan air dan katalis tadi dilewatkan mesin colloidmill, sehingga molekul-molekul aspal melayang di dalam air.

Dengan berjalannya waktu, saat aspal disimpan lama (sekitar 3 bulan}, maka emulsi bisa terlepas (break) dan aspal mengendap ke dasar kontainer/drum. Terkadang dengan cara digoyang-goyang atau digelindingkan, ikatan emulsi bisa terbentuk lagi, tetapi yang paling baik adalah sebelum terlepas ikatan emulsinya, aspal tersebut sudah dipakai.

Penggunaan aspai emulsi biasanya untuk lapis beton aspal campuran dingin (digunakan pada lokasi-lokasi tertentu yang tidak membolehkan ada api terbuka, misainya wilayah pengeboran minyak, kompleks penyimpanan bahan bakar atau daerah tertentu yang belum punya AMP, tetapi ingin kualitas jalan yang setara beton aspal, dan sebagainya), untuk lapis tackcoat, primecoat, atau campuran untuk bahan tambal! lubang siap pakai.

Pemakaian aspal emulsi dengan mesin gelar khusus pernah dikenal, pada waktu pelapisan tipis permukaan beton semen jalan tol Cawang-Semanggi tahun 1993, disebut teknologi lapis tipis Macroseal (teknologi dari Spanyol, beton aspal campuran dingin dengan tebal 0,8 cm, secara generik dikenal sebagai teknologi slurry seal}. Lapis tipis ini dimaksudkan sebagai lapis pelindung untuk menahan air dan meningkatkan kekesatan permukaan jalan, karena re-grooving permukaan beton semen dengan gergaji mesin dianggap terlalu lambat dan tidak efektif.

Foamed asphalt (aspal busa) adalah aspal panas yang dicampurkan dengan air secara mendadak, sehingga aspal berbusa dan seketika menjadi semacam emulsi yang dapat dimanfaatkan keencerannya untuk maksud membentuk lapis tipis aspal menyelimuti agregat atau substrat lain. Aspal busa yang kita kenal saat ini sebagai bagian dari proses Recycling beton aspal yang dilakukan di sebagian ruas permukaan jalan di Pantura.

Cut Back Asphalt

Cut back asphalt
Cut back asphalt | Sumber : Indiamart
Cut back asphalt adalah aspal yang dicairkan dengan cara ditambah dengan pelarut dari keluarga hidro karbon (minyak tanah/kerosin, bensin atau solar), biasanya dipakai untuk tackcoat (Rapid curing/RC, Medium curing/MC, atau Slow curing/SC) atau primecoat (lapis resap ikat).

Saat ini untuk lapis ikat (tackcoat), mulai banyak menggunakan aspal emulsi dengan alasan bensin terlalu berbahaya karena sering terjadi kebakaran, kerosin atau solar sebagai pelarut sering tidak sempat menguap pada saatnya beton aspal harus digelar di atasnya, sehingga membuat lapisan di atasnya terkontaminasi dengan pelarut menjadi melunak dan menimbulkan perubahan bentuk (deformasi, bleeding, dan licin).

Aspal Modifikasi

Aspal modifikasi (Polymer Modified Asphalt/PMA, Polymer Modified Bitumen/PMB, Aspal Modifikasi) adalah aspal minyak ditambah dengan bahan tambah/additive untuk meningkatkan kinerjanya.

Di luar negeri, aspal polimer dijanjikan sebagai aspal yang tahan beban dan tahan lama (awet), dengan harga yang cukup mahal sehingga pemasarannya kurang begitu sukses, meskipun sudah dikenalkan lebih dari 20 tahun.

Di Indonesia, kesadaran untuk menggunakan aspal modifikasi didasari oleh alasan yang lebih khusus, yaitu agar lebih tahan panas (menaikkan titik lembek), lebih tahan beban (menaikkan kohesi), lebih lengket (menaikkan adhesi) agar agregat tidak mudah terburai dan lebih tahan ultraviolet agar tidak mudah menua (aging).

Masing-masing penambahan kinerja itu membutuhkan bahan tambah yang berbeda-beda, ada aditif yang bersifat lengket dan lentur (aditif berbasis karet) atau lebih keras dan tahan panas (aditif berbasis plastomer, elastomer, selulosa, filler atau penambahan asphalten seperti asbuton, gilsonite, trinidad asphalt, dan sebagainya) atau aditif khusus dengan sifat beragam (jenis-jenis polimer tertentu).

Aspal polimer biasanya merupakan produk hilir dari pabrik kilang minyak, karena merupakan pelayanan terhadap permintaan aspal dengan kinerja khusus yang tidak ekonomis bila diproduksi secara massal. Aspal modifikasi yang mulai dijual di Indonesia sejak tahun 1996 kita kenal beberapa merek, misalnya High Bonding Asphalt, Mexphalt, Cariphalt, Bituplus, Superfleks, Superphalt, Starbit, Aspal Prima 50, Retona, dan sebagainya.

Aspal Buton (Asbuton)

Aspal buton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton (ada dua lokasi tambang, yaitu Kabungka dan Lawele), berupa batuan yang mengandung aspal (rock asphalt) yang ditemukan sejak tahun 1920, dengan cadangan lebih dari 600 juta ton (terbesar di dunia).

Di dunia dikena! juga aspal Trinidad (Trinidad Lake Asphalt), aspal alam yang ditemukan pada danau di Venezuela yang telah dipasarkan ke seluruh dunia sejak abad ke-18, meskipun dalam jumlah yang tidak terilalu besar (kurang dari 30.000 ton per tahun). Aspal Buton Kabungka, batuan induknya adalah batu kapur, material aspal meresap ke dalam pori-pori batuan sebesar 12-20%, penambangannya menggunakan bahan peledak. 

Batuan dipecah menjadi kecil-kecil dengan mesin pemecah batu (stone crusher), lalu dipasok ke proyek yang membutuhkan dalam bentuk curah (dikirim dengan tongkang dan dump truck). Pengaktifan aspal alam Kabungka memerlukan waktu, perlu dijemput dengan minyak pelarut khusus (modifier) yang encer dan tajam serta membutuhkan waktu pemeraman selama 2-5 hari sebelum aspal alam keluar dari cangkangnya dan membentuk mastik, sehingga dapat dicampur dengan agregat atau cara lain.

Aspal Buton Lawele, batuan induknya adalah batuan silika, material aspal tidak meresap tetapi saling bertempelan dengan batuan sebanyak 20-35%, sehingga lebih mudah untuk diaktifkan tanpa pemeraman. Kesulitan penanganannya justru terletak pada kelengketannya yang terlalu tinggi (bergumpal-gumpal), sehingga susah untuk ditakar menurut jumlah berat yang dibutuhkan.

Dibanding dengan aspal minyak, aspal alam mempunyai kandungan bahan-bahan alam yang lebih kaya, karena aspal alam tidak mengaiami proses destilasi seperti yang dilakukan di pabrik kilang minyak, sehingga bahan penting yang biasanya dijual dengan harga lebih mahal masih terdapat di dalamnya. Hanya karena berwujud lebih kental/kering dan bercampur batuan, maka penggunaan aspal alam memerlukan perlakuan atau pengolahan khusus sebeium dapat berfungsi sebagai bagian dari teknologi konstruksi perkerasan jalan.

Slop Oil

Slop oil atau minyak bumi bercampur air (bukan berupa emulsi) adalah sisa minyak bumi mentah yang sudah dipompa dari dalam tanah, tetapi karena kandungan minyak mentahnya kurang dari jumlah minimum untuk dapat diproses secara ekonomis, biasanya dibuang di suatu tempat pengumpulan (tempat pembuangan tersebut oleh orang minyak disebut sebagai “black hole” atau “green hole,” terlihat seperti danau di tengah hutan).

Pada zaman sebelum orang sadar pada pencemaran lingkungan, material ini digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah, terutama digunakan di daerah sekitar pengeboran minyak. Sekarang cara tersebut tidak lagi diizinkan, karena slop oil dikategorikan sebagai bahan limbah beracun dan berbahaya, harus diproses terlebih dahulu agar tidak akan merembes masuk ke akar-akar tanaman (leaching).

Slop oil yang telah diproses dengan bahan aditif (proses re-use dari bahan limbah B3) pernah berhasil dipakai sebagai bahan stabilisasi jalan tanah di kawasan pengeboran minyak di Duri, Riau pada tahun 1999 sebagai gelar percobaan sepanjang 500 meter. Pengembangan teknologi stabilisasi tanah ini tidak berlanjut karena penggunanya tidak banyak dan pasarnya belum berkembang.

Sludge adalah slop oil yang telah bercampur lumpur/padatan, lebih sulit lagi untuk dibuang atau disimpan, sementara ini cara yang ditempuh adalah berusaha mengeringkan sludge dan setelah kering digunakan sebagai bahan timbunan, di atasnya ditutup dengan tanah yang tidak tembus air.
Reference:
Koestalam, Pinardi dan Sutoyo. 2010. Perancangan Tebal Perkerasan Jalan, Jenis Lentur (Fleksibel Pavement) dan Jenis Kaku (Rigid Pavement) (Sesuai AASHTO 1986 & 1993). Jakarta: PT. Mediatama Saptakarya.
Soehartono, ir. 2015. Teknologi Aspal dan Penggunaannya dalam Konstruksi Perkerasan Jalan. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Bitumen, Shell. The Shell Bitumen lndustrial Handbook. 1995. England : Chertsey, Surrey.
M Hadi H, S.T.
M Hadi H, S.T. Sharing and building, berharap dapat berpartisipasi walaupun dalam hal kecil untuk kemajuan pengetahuan - Mengabdi di Dinas Pekerjaan Umum salah satu instansi Pemerintah Daerah

Post a Comment for "Jenis-jenis Aspal Sebagai Material Konstruksi Perkerasan Jalan"