Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Limbah Fly Ash Untuk Bahan Beton Konstruksi Sipil Yang Ekonomis dan Ramah Lingkungan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang paling diandalkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dalam pengoperasiannya, PLTU bekerja dengan menggunakan bahan bakar dari Hydro, Geothermal, HSD, MFO, Gas, LNG dan Batu Bara.

Tetapi dari semua sumber bahan bakar pembangkit listrik ini, Batu Bara adalah sumber bahan bakar yang paling besar pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena batu bara merupakan sumber energy penyedia listrik dengan biaya termurah, yaitu sebesar Rp 378/kWh.

Disamping itu penggunaan batu bara sebagai sumber energy listrik, mampu memberikan sumbangsi devisa negara setidaknya Rp 393 triliun tiap tahunnya. (Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia, 2015) Pada tahun 2013, penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik mencapai 53% dari total bahan bahan bakar yang di gunakan secara keseluruhan. Di perkirakan pada tahun 2022, penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik akan mengalami peningkatan hingga mencapai 66%.
Penggunaan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Tenaga Listrik dan Limbah yang Dihasilkan
Penggunaan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Tenaga Listrik dan Limbah yang Dihasilkan
Jumlah pembakaran batu bara yang besar juga akan mengakibatkan produksi limbah yang besar pula. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2006, limbah fly ash yang dihasilkan mencapai 52,2 ton/hari, sedangkan limbah bottom ash mencapai 5,8 ton/hari. Dan pada tahun 2016 Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral menyatakan bahwa produksi abu batu bara (fly ash) pada tahun 2024 akan mencapai setidaknya 17,1 juta ton.

Perbandingan antara fly ash (atas) dan bottom ash (bawah)
Perbandingan antara fly ash (atas) dan bottom ash (bawah)
Pembakaran dari pembangkit listrik tenaga uap batu batu bara akan menghasilkan dua jenis limbah, yaitu abu ringan (Fly ash) dan abu berat (Bottom ash). Abu batu bara (Fly ash) merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap, sehingga limbah ini membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Dengan jumlah yang besar dan penanganan yang kurang baik, abu terbang (fly ash) batu bara tersebut dapat mencemari lingkungan disekitarnya. Abu yang beterbangan di udara dan dapat terhirup oleh manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan juga dapat mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat merusak lingkungan.

Abu terbang (fly ash) batu bara umumnya dibuang di lahan penampungan atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang (fly ash) batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Oleh karena itu, berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang (fly ash) batu bara sedang gencar dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis penggunaannya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan.

Abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik, (SNI 03-6414-2002). Fly ash merupakan satu bahan tambah (additive) yang cukup populer saat ini untuk digunakan sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran beton maupun bahan untuk stabilisasi tanah ekspansif. Fly ash juga merupakan bahan limbah yang dikategorikan sebagai limbah B3 (PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).

Limbah B3 Batu bara Dibuang Sembarangan di Banyusari
Limbah B3 Batu bara Dibuang Sembarangan di Banyusari

Fly Ash

Fly ash (abu terbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel partikel halus. Abu yang tidak naik disebut bottom ash. Dalam dunia industri, fly ash biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama pembakaran batu bara.

Fly ash umumnya ditangkap oleh electrostatic precipitators atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang mencapai cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama dengan bottom ash diproses dari bagian bawah tungku dalam hal ini bersama-sama dikenal sebagai abu batu bara.

Tergantung pada sumber dan makeup dari batu bara yang dibakar, komponen fly ash bervariasi, tetapi semua fly ash termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak batu bara-bantalan lapisan batuan.
Proses Pengumpulan Pembuangan Limbah Fly ash dan Bottom ash pada Pembangkit Tenaga Pembakaran Batu Bara
Proses Pengumpulan Pembuangan Limbah Fly ash dan Bottom ash pada Pembangkit Tenaga Pembakaran Batu Bara
Di masa lalu, fly ash atau abu terbang pada umumnya dilepaskan ke atmosfer, tetapi sekarang disyaratkan harus ditangkap sebelum dirilis. Di AS, fly ash umumnya disimpan di pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Sekitar 43% didaur ulang, sering digunakan sebagai bahan tambah untuk melengkapi semen dalam produksi beton.

Abu terbang (fly ash) yang diperoleh dari hasil residu PLTU merupakan material berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous, mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik. Sifat Pozzolanik adalah kemampuan bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.

Sifat Fisik Fly Ash

Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai butiran yang halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili micron) 5-27 %. Fly Ash umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Abu terbang memiliki densitas 2,23 gr/cm3, dengan kadar air sekitar 4%. Fly ash memiliki specific gravity antara 2,15-2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman.

Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Fly ash memiliki luas area spesificnya 170-1000 m2/kg. Ukuran partikel rata-rata abu terbang batu bara jenis sub bituminous 0,01 mm – 0,015 mm, luas permukaannya 1-2 m2/g, bentuk partikel mostly spherical, yaitu sebagian besar berbentuk bola, sehingga menghasilkan kelecakan yang lebih baik (Nugroho, P dan Antoni, 2007).

Sifat Kimiawi

Sifat kimia dari fly ash dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar, teknik penyimpanan, dan penanganannya. Pembakaran batu bara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada jenis bituminous. Komponen utama fly ash batu bara adalah silica (SiO2), alumina (AleO3), besi oksida (Fe2O3), kalsium (CaO); dan magnesium , potassium, sodium, titanium, dan belerang dalam jumlah yang sedikit. 

Abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang dikandung di dalam fly ash akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001).

Fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3), yaitu :

Fly Ash Kelas C

Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda). Fly ash kelas C disebut juga high-calcium fly ash. Hal ini dikarenakan kandungan CaO dalam fly ash yang cukup tinggi, fly ash tipe C mempunyai sifat cementitious selain juga sifat pozolan. Oleh karena fly ash tipe C mengandung kadar CaO yang cukup tinggi dan mempunyai sifat cementitious, jika terkena air atau kelembaban, akan berhidrasi dan mengeras dalam waktu sekitar 45 menit. 

Fly Ash Kelas F

Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.
  1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
  2. Kadar CaO < 10% (ASTM 20%, CSA 8%)
  3. Kadar karbon (C) berkisar antara 5% - 10%
  4. Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari berat binder.

Fly Ash Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Tipe fly ash yang diperoleh dari proses pembakaran batu bara di PLTU termasuk kedalam fly ash kelas C atau kelas F. Sedangkan Fly ash kelas N, atau juga sering di sebut sebagai pozzolan alam diperoleh bukan dari proses rekayasa manusia. Dalam hal ini, abu vulkanik merupakan salah satu contoh Fly ash kelas N.

Saat ini umumnya fly ash batu bara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Tetapi selain itu, sebenarnya abu terbang batu bara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam. Berikut adalah beberapa contoh fungsi alternatif pemanfaatan fly ash:
  1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
  2. Penimbun lahan bekas pertambangan 
  3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon 
  4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
  5. Bahan penggosok (polisher)
  6. Filler aspal, plastik, dan kertas
  7. Pengganti dan bahan baku semen
  8. Konversi menjadi zeolit dan adsorben 

Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Substitusi Semen Pada Beton Geopolimer

Geopolimer adalah meterial baru tahan api dan panas, pelapis dan perekat, aplikasi obat, keramik suhu tinggi, pengikat baru untuk komposit serat tahan api, beracun dan radioaktif enkapsulasi limbah, dan semen baru untuk beton. Geopolimer merupakan material ramah lingkungan yang biasa dikembangkan sebagai alternatif pengganti beton semen di masa mendatang.

Beton Geopolimer merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Peranan unsur silikat dan alumunium sangat penting dalam proses polimerisasi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk rasio perbandingan Si/Al, semakin besar ratio Si/Al karakter polimer semakin terbentuk kuat. 
Fly ash dan Bottom ash dalam Beton Geopolimer
Fly ash dan Bottom ash dalam Beton Geopolimer
Hasil penelitian dari Institut Teknologi Sepuluh November menunjukkan bahwa geopolimer mempunyai kinerja dan daya tahan yang lebih baik daripada bahan semen portland. Jika alternatif pemanfaatan limbah ini diaplikasikan dengan baik, maka akan menjadi solusi yang baik untuk mengurangi limbah abu batu bara dalam skala nasional.

Beton geopolimer merupakan material yang tahan terhadap api dan bisa digunakan sebagai material pelapis beton. Kuat tekan beton geopolimer mengalami sedikit penurunan hanya jika dibakar di atas suhu 600 derajat celcius selama 24 jam. Hal ini jauh berbeda dari beton konvensional yang tidak mampu dibakar di atas suhu 200 derajat celcius selama 24 jam. Mortar geopolimer juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan penambal beton tua yang sudah mengalami keropos atau kerusakan. 

Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash diterapkan kedalam campuran pembuatan beton Geopolimer dengan persentase yang telah di tentukan. Fly ash dapat di manfaatkan sebagai binder pengganti semen dengan mereaksikan dengan alkali, sehingga beton geopolimer ini tidak menggunakan semen. Kemudian pada agragat halusnya sendiri penggunaan bottom ash dapat digunakan sebagai subtitusi pasir sehingga beton ini juga mengurangi penggunaan agregat halus dan menjadi beton hasil pemanfaatan limbah yang ramah lingkungan dan juga ekonomis. 
Bagan Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash Dalam campuran beton geopolimer
Bagan Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash Dalam campuran beton geopolimer
Bagan ini menunjukkan komposisi-komposisi campuran pembentuk beton geopolimer dengan memanfaatkan fly ash dan bottom ash sebagai mineral penyusunnya. Pada komposisi campuran yang didesain di Institut Teknologi Sepuluh november ini memnunjukkan penggunaan fly ash sebagai binder yang direaksikan dengan alkali sebagai pengganti semen, sehingga Water Glass 67% beton ini menghasilkan beton yang ramah lingkungan dengan emisi CO2 yang rendah. 

Untuk mencapai efisiensi ramah lingkungan, penggunaan bottom ash juga diterapkan pada campuran beton ini. Bottom ash yang juga merupakan limbah hasil pembakaran batu bara dengan sifat fisik yang lebih berat dibandingkan dengan fly ash.

Fly ash juga dimanfaatkan sebagai agregat halus. Tetapi atas dasar pertimbangan mutu dan persyaratan yang ditetapkan, bahwa penggunaan fly ash maupun bottom ash memiliki kadar optimum dalam penggunaanya. Pada rencana campuran yang didesain penggunaan bottom ash dijadikan sebagai subtitusi pasir sebesar maksimal 50% dari agregat halus. 

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan limbah fly ash maupun bottom ash dapat menjadi solusi alternatif yang dapat dimanfaatkan pada konstruksi yang membutuhkan mutu yang baik dengan harga yang ekonomis. Pemanfaatan limbah ini juga menjadi solusi efesiensi pemanfaatan batu bara secara maksimal di Indonesia. 


Geopolimer mangambil peran penting sebagai bahan rekayasa pemanfaatan fly ash maupun bottom ash. Penggunaan Fly ash sebagai binder pada campuran  beton geopolimer  dapat mengatasi masalah krisis lonjakan limbah nasional yaitu limbah abu batu bara se-Indonesia.

Geopolimer juga merupakan Material ramah lingkungan karena material ini menghasilkan paling sedikit emisi CO2. Disamping itu, geopolimer juga merupakan material yang tahan api, tahan karat, dan memiliki kekuatan yang tinggi. Berikut merupakan beberapa produk geopolimer yang sudah dihasilkan di Indonesia. 
  1. Bahan untuk perkerasan jalan raya dan bandara (paving dan perkerasan kaku). 
  2. Elemen bangunan (kolom, balok, dan lantai) dan bahan pracetak. 
  3. Bahan nonstruktural (pagar panel beton, buis beton, batako, gorong-gorong). 
  4. Beton pemecah gelombang.
  5. Bantalan rel kereta api.
  6. Bahan grouting (pelapis).
  7. Pelindung api, karat dan ledakan.
  8. Beton ringan.
  9. Stabilisasi tanah.
  10. Agregat Buatan 

Gedung Dengan Material Beton Geopolimer

Global Change Institute (GCI) Universitas Queensland, yang dirancang oleh HASSELL bersama Bligh Tanner dan Wagners, adalah gedung pertama di dunia yang berhasil menggunakan beton geopolimer untuk tujuan struktural. Sebelumnya, penggunaan beton polimer hanya dimanfaatkan untuk jalan setapak oleh otoritas lokal sebagai contoh kasus. 
Global Change Institute (GCI)
Global Change Institute (GCI) 
Bangunan dengan tinggi 4 lantai ini merupakan gedung untuk penggunaan umum yang terdiri dari 3 lantai beton geopolimer yang disuspensi. Konstruksi ini melibatkan 33 panel pracetak untuk bagian lantai kerja yang terbuat dari fly ash berbasis beton geopolimer yang diciptakan oleh Wagner, perusahaan beton pracetak Australia. Adapun beton yang diciptakan diberi nama Earth Friendly Concrete (EFC). 
bagian lantai beton geopolimer pracetak fly ash
bagian lantai beton geopolimer pracetak fly ash
EFC adalah beton tradisional yang tidak menggunakan semen Portland biasa. Sebagai gantinya, EFC menggunakan sistem pengikat geopolimer yang terbuat dari aktivasi kimia dari dua produk sampingan limbah industri  yaitu slag steel (limbah dari produksi besi) dan fly ash (limbah dari pembangkit listrik tenaga batu bara). Teknologi pengikatan ramah lingkungan alternatif ini mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan penggunaan semen Portland normal sebesar 80 - 90%, dan juga memiliki energi terwujudkan yang jauh lebih rendah. Dimana setiap 1 kubik dari 40 MPa EFC akan menghemat emisi CO2 sebesar 220 kg. 

Sifat rekayasa dan konstruksi beton ramah lingkungan ini sama bagusnya jika di bandingkan dengan beton konvensional lainnya. Bahkan penelitian menunjukkan kinerja yang lebih baik di beberapa daerah lain dengan kondisi lingkungan tertentu dari pada beton biasa.

Bahkan, EFC memiliki beberapa keunggulan kinerja yang signifikan atas beton semen Portland normal, termasuk peningkatan daya tahan, penyusutan lebih rendah, peningkatan kekuatan berdasarkan usia, kekuatan tarik lentur yang lebih tinggi dan peningkatan ketahanan api. 

Pembangunan Gedung berbasis beton geopolimer ini membuktikan potensi yang besar namun belum termanfaatkan dengan baik dari limbah hasil pengolahan Industri di Indonesia. Terutama pengolahan limbah fly ash dari pembakaran batu bara di PLTU yang saat ini menjadi masalah nasional yang memerlukan penanganan yang tepat, cerdas dan kreatif. Pemanfaatan Fly ash maupun Bottom ash yang merupakan limbah sampingan hasil pembakaran batu bara di PLTU diharapkan dapat menopang kebutuhan rantai pasok material bahan kostruksi Indonesia dengan konsep ramah lingkungan. 

Disisi lain, dalam pemanfaatan fly ash sendiri, diperlukan pemahaman terhadap propertis fly ash yang akan digunakan, seperti pengaruh pemakaian fly ash terhadap pengaplikasian produk dan tipe maupun propertis dari material tersebut. Selain itu juga perlu untuk selalu memperhatikan dan mempelajari efek jangka panjang atas pemakaian fly ash pada konstruksi bangunan. 
Dr. Ir, H. Ali Amal M,Si ,
Daftar Pustaka :
Manuahe, Riger., Sumajouw, Marhin D.J., Windah, Reky S. 2014. “Kuat Tekan Beton Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang (Fly ash)”. Manado : Universitas Sam Ratulangi  
SNI-03-2460 : 1991. “Spesifikasi Abu Terbang”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional 
SNI-03-6468 : 2000. “Tata Cara Perencanaan Campuran Beton Berkekuatan Tinggi dengan Semen Portland dan Abu Terbang”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional 
SNI-03-6863 : 2002. “Metode Pengambilan Contoh dan Pengujian Fly ash”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional 
Syaka, Dewi Rara Wiyati. 2013. “ Pembuatan Beton Normal Dengan Fly ash Menggunakan Mix Design yang Dimodifikasi”. Jember : Universitas Jember. 
Yasin, Abdul Karim. 2017. “Rekayasa Beton Geopolimer Berbasis Fly ash”. 
M Hadi H, S.T.
M Hadi H, S.T. Sharing and building, berharap dapat berpartisipasi walaupun dalam hal kecil untuk kemajuan pengetahuan - Mengabdi di Dinas Pekerjaan Umum salah satu instansi Pemerintah Daerah

Post a Comment for "Limbah Fly Ash Untuk Bahan Beton Konstruksi Sipil Yang Ekonomis dan Ramah Lingkungan"