Mencerahkan Masa Depan Konstruksi Dengan Kontrak Terintegrasi
Selama ini para pelaku konstruksi lebih mengenal satu jenis kontrak, yaitu kontrak tunggal. Kontrak pengadaan barang/jasa berdasarkan jenis pekerjaannya terdiri atas kontrak tunggal dan kontrak terintegrasi.
Kontrak Terintegrasi menurut Perpres No. 54/2010 Pasal 54 Ayat 2 adalah Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang bersifat kompleks dengan menggabungkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan/atau pengawasan. Secara sederhana, kontrak terintegrasi tidak memerlukan tender terlebih dahulu untuk perencanaannya, sehingga dapat dikatakan menghemat total waktu dari suatu pembangunan.
Hal ini didasari oleh semakin kompleksnya permasalahan konstruksi yang terjadi. Seringkali ada pelaksanaan kegiatan yang sangat mendesak, dalam artian sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat luas produknya, contohnya pembangunan jalan. Jika menggunakan kontrak tunggal, maka akan memerlukan waktu yang lama untuk pembangunannya, karena proses kontrak terpisah masing-masing antara pekerjaan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Perbedaan mendasar dari kontrak tunggal dan kontrak terintegrasi adalah pada desain perencanaannya. Jika pada kontrak tunggal, pengguna jasa diharuskan menyiapkan desain terlebih dahulu, yang diikuti persiapan dokumen untuk pemilihan pelaksana konstruksi, hingga terlaksananya pekerjaan.
Kontrak terintegrasi menggunakan layanan jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan diaksanakan secara terintegrasi, di dalam satu kontrak, dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi (UU No. 18/1999 Pasal 16 Ayat 3).
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan perencana, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap menjamin terwujudnya efisiensi. Contoh pekerjaan terintegrasi adalah pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga listrik,dan reaktor nuklir.
Perpres No 54 Tahun 2010 telah mengalami perubahan empat kali. Perubahan keempat dari Perpres 54 tahun 2010 adalah Perpres 4 Tahun 2015. Permen PU No 19 Tahun 2015 khusus membahas mengenai Kontrak Terintegrasi Jenis Rancang dan Bangun (Design and Build), walaupun Permen ini juga sedang dalam tahap revisi dan belum sepenuhnya beroperasi.
PP No. 29/2000 Pasal 13 mengatur tentang proses pemilihan penyedia jasa untuk kontrak terintegrasi. Pasal ini menerangkan bahwa pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukan dengan mengikuti tata cara pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara Pelelangan Terbatas. Pelelangan Terbatas ini dimaksudkan untuk mengundang badan usaha yang dianggap memiliki kemampuan untuk dalam proyek tersebut, meskipun tidak menutupi kemungkinan bagi badan usaha lain yang tidak tercantum dalam undangan untuk mengikuti proses pelelangan tersebut.
Pengumuman untuk Pelelangan Terbatas harus mencantumkan nama calon Penyedia Barang/Jasa yang dianggap mampu.Hal penting lain yang perlu digaris bawahi pada PP ini bahwa tidak semua pekerjaan cocok menerapkan proses terintegrasi ini.
Syarat-syarat pekerjaan yang dapat menerapkan layanan jasa konstruksi secara terintegrasi adalah pekerjaan yang bersifta kompleks; memerlukan teknologi tinggi; mempunyai risiko tinggi; dan memiliki biaya besar.
Artinya, PP ini menjelaskan bahwa pekerjaan yang dapat melaksanakan kontrak terintegrasi tersebut harus memenuhi keempat syarat di atas. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No 18 Tahun 1999. Berbeda dengan Perpres 54 Tahun 2010.
Perpres ini menerangkan bahwa jika satu syarat saja dari keempat syarat tersebut dapat dipenuhi, maka kontrak terintegrasi dapat dilaksanakan. Hal ini membebaskan bagi pelaku konstruksi untuk memilih untuk mengikuti peraturan yang lebih tinggi, Undang undang dan PP, atau mengikuti Perpres. PP No 29/2000 juga menerangkan bahwa pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukakn dengan syarat-syarat tertentu, yaitu diumumkan secara luas melalui media elektronik dan/atau media cetak; jumlah penyedia jasa terbatas; dan memlalui proses kualifikasi.
Kelebihan dalam penerapan sistem prakualifikasi adalah para calon penyedia jasa yang ikut dalam penawaran sudah dapat diprediksi kemampuannya oleh pengguna jasa, sehingga diharapkan adanya ‘pertandingan’ yang sepadan antara calon penyedia jasa.
Perpres No 54 Tahun 2010 lebih menerangkan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan kontrak terintegrasi. Penjelasan pekerjaan yang dapat dilakukan dengan kontrak terintegrasi terdapat pada Pasal 54 Ayat 2, yaitu Kontrak Berbasis Kinerja (Performance Based Conract); Kontrak Rancang dan Bangun (Design and Build); Kontrak Rancang Bangin Konstruksi (Engineering Procurement Construstion); Kontrak Rancang – Bangun – Operasi – Pemeliharaan (Design – Build – Operate – Maintenance); Kontrak jasa Pelayanan (Service Contract); Kontrak Pengeloolaan Aset; dan Kontrak Operasi Pemelihaan.
Jenis konrak yang paling banyak digunakan dalam kontrak terintegrasi adalah Kontrak Design and Build dan Kontrak EPC. Provinsi yang menerapkan kontrak Design and Build adalah Provinsi DKI Jakarta. Kementerian PUPR juga telah menerapkan Kontrak Berbasis Kinerja (Performance Based Contract) pada pekerjaan jalan untuk paket Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Waktu pelaksanaan dibagi menjadi tiga tahap yaitu waktu perencanaan dan waktu konstruksi 540 hari kerja, waktu masa layanan 460 hari kerja, dan waktu pemeliharaan 365 hari kerja. Kontrak Berbasis Kinerja bersifat long term, karena pengertian kontrak ini menurut Penjelasan Perpres 54 tahun 2010 Pasal 54 Ayat 2 adalah Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas dicapainya suatu tingkat pelayanan tertentu yang bisa merupakan penggabungan paket pekerjaan yang biasanya dilakukan terpisah.
Pada Kontrak Berbasis Kinerja, pengguna jasa tidak secara rinci menentukan metode atau material apa yang digunakan, namun pengguna jasa tersebut menetapkan indikator kinerja minimum yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor. Perbedaan kedua terletak pada perencanaan yang pada Kontrak Berbasis Kinerja dilakukan oleh penyedia jasa.
Perbedaan terakhir terutama pada pekerjaan peningkatan jalan, spesifikasi yang digunakan dalam perencanaan tidak mengikat spesifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga, tetapi penyedia jasa dapat berinovasi menggunakan standar lain.
Tujuan dari Kontrak Berbasis Kinerja adalah agar pengguna jasa menerima hasil yang layak, sehingga setelah serah terima pekerjaan pengguna jasa tidak harus mengerjakan pekerjaan yang masih tersisa lagi. Perbedaan proses pemilihan dan pelaksanaan kontrak konvensional dengan kontrak terintegrasi dijelaskan seperti ilustrasi sebelumnya.
Pada kontrak konvensional, urutannya adalah pengguna jasa melakukan kontrak terlebih dahulu dengan konsultan perencana, diikuti dengan menyiapkan DED yang dijadikan dasar dokumen lelang untuk memilih penyedia jasa. Pada kontrak terintegrasi dengan Kontrak Rancang Bangun (Design dan Build), terdapat shortcut time untuk memilih konsultan Pada Kontrak Berbasis Kinerja, prosesnya sama dengan proses Kontrak Design and Build, ditambah dengan masa layanan kinerja sebelum serah terima akhir.
Kontrak terintegrasi merupak solusi bagi pekerjaan yang dinilai sangat vital dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perlu diingat bahwa kontrak ini juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu karena tidak semua pekerjaan dapat cocok dengan kontrak terintegrasi, mengingat proyek konstruksi bersifat unik.
Mona Nabilah, ST.
Kontrak Terintegrasi menurut Perpres No. 54/2010 Pasal 54 Ayat 2 adalah Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang bersifat kompleks dengan menggabungkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan/atau pengawasan. Secara sederhana, kontrak terintegrasi tidak memerlukan tender terlebih dahulu untuk perencanaannya, sehingga dapat dikatakan menghemat total waktu dari suatu pembangunan.
Hal ini didasari oleh semakin kompleksnya permasalahan konstruksi yang terjadi. Seringkali ada pelaksanaan kegiatan yang sangat mendesak, dalam artian sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat luas produknya, contohnya pembangunan jalan. Jika menggunakan kontrak tunggal, maka akan memerlukan waktu yang lama untuk pembangunannya, karena proses kontrak terpisah masing-masing antara pekerjaan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Perbedaan mendasar dari kontrak tunggal dan kontrak terintegrasi adalah pada desain perencanaannya. Jika pada kontrak tunggal, pengguna jasa diharuskan menyiapkan desain terlebih dahulu, yang diikuti persiapan dokumen untuk pemilihan pelaksana konstruksi, hingga terlaksananya pekerjaan.
Kontrak terintegrasi menggunakan layanan jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan diaksanakan secara terintegrasi, di dalam satu kontrak, dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi (UU No. 18/1999 Pasal 16 Ayat 3).
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan perencana, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap menjamin terwujudnya efisiensi. Contoh pekerjaan terintegrasi adalah pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga listrik,dan reaktor nuklir.
Peraturan Perundangan Terkait Kontrak Terintegrasi
Perpres No 54 Tahun 2010 telah mengalami perubahan empat kali. Perubahan keempat dari Perpres 54 tahun 2010 adalah Perpres 4 Tahun 2015. Permen PU No 19 Tahun 2015 khusus membahas mengenai Kontrak Terintegrasi Jenis Rancang dan Bangun (Design and Build), walaupun Permen ini juga sedang dalam tahap revisi dan belum sepenuhnya beroperasi.
PP No. 29/2000 Pasal 13 mengatur tentang proses pemilihan penyedia jasa untuk kontrak terintegrasi. Pasal ini menerangkan bahwa pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukan dengan mengikuti tata cara pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara Pelelangan Terbatas. Pelelangan Terbatas ini dimaksudkan untuk mengundang badan usaha yang dianggap memiliki kemampuan untuk dalam proyek tersebut, meskipun tidak menutupi kemungkinan bagi badan usaha lain yang tidak tercantum dalam undangan untuk mengikuti proses pelelangan tersebut.
Perbedaan Persyaratan Kontrak Terintegrasi Menurut PP No 29/2000 dan Perpres No 54/2010 |
Syarat-syarat pekerjaan yang dapat menerapkan layanan jasa konstruksi secara terintegrasi adalah pekerjaan yang bersifta kompleks; memerlukan teknologi tinggi; mempunyai risiko tinggi; dan memiliki biaya besar.
Artinya, PP ini menjelaskan bahwa pekerjaan yang dapat melaksanakan kontrak terintegrasi tersebut harus memenuhi keempat syarat di atas. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No 18 Tahun 1999. Berbeda dengan Perpres 54 Tahun 2010.
Perpres ini menerangkan bahwa jika satu syarat saja dari keempat syarat tersebut dapat dipenuhi, maka kontrak terintegrasi dapat dilaksanakan. Hal ini membebaskan bagi pelaku konstruksi untuk memilih untuk mengikuti peraturan yang lebih tinggi, Undang undang dan PP, atau mengikuti Perpres. PP No 29/2000 juga menerangkan bahwa pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukakn dengan syarat-syarat tertentu, yaitu diumumkan secara luas melalui media elektronik dan/atau media cetak; jumlah penyedia jasa terbatas; dan memlalui proses kualifikasi.
Kelebihan dalam penerapan sistem prakualifikasi adalah para calon penyedia jasa yang ikut dalam penawaran sudah dapat diprediksi kemampuannya oleh pengguna jasa, sehingga diharapkan adanya ‘pertandingan’ yang sepadan antara calon penyedia jasa.
Proses Pelaksanaan Kontrak Konvensional |
Jenis konrak yang paling banyak digunakan dalam kontrak terintegrasi adalah Kontrak Design and Build dan Kontrak EPC. Provinsi yang menerapkan kontrak Design and Build adalah Provinsi DKI Jakarta. Kementerian PUPR juga telah menerapkan Kontrak Berbasis Kinerja (Performance Based Contract) pada pekerjaan jalan untuk paket Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Penerapan Kontrak Terintegrasi pada Proyek Konstruksi
Contoh pekerjaan konstruksi jalan yang menggunakan Kontrak Berbasis Kinerja adalah Paket Peningkatan Jalan Ciasem – Pamanukan. Ruas Ciasem – Pamanukan adalah alah satu bagian dari jalur transportasi utama di lintas utara Pulau Jawa (Pantura) dan merupakan jalan nasional. Pekerjaan peningkatan jalan ini berlangsung pada tahun 2011 dan berlokasi di KM 117+057 – KM 121+170 dan KM 123+390 – KM 137+777, sepanjang 18,5 km.Waktu pelaksanaan dibagi menjadi tiga tahap yaitu waktu perencanaan dan waktu konstruksi 540 hari kerja, waktu masa layanan 460 hari kerja, dan waktu pemeliharaan 365 hari kerja. Kontrak Berbasis Kinerja bersifat long term, karena pengertian kontrak ini menurut Penjelasan Perpres 54 tahun 2010 Pasal 54 Ayat 2 adalah Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas dicapainya suatu tingkat pelayanan tertentu yang bisa merupakan penggabungan paket pekerjaan yang biasanya dilakukan terpisah.
Proses Pelaksanaan Kontrak Terintegrasi (Design and Build) |
Perbedaan terakhir terutama pada pekerjaan peningkatan jalan, spesifikasi yang digunakan dalam perencanaan tidak mengikat spesifikasi yang dikeluarkan oleh Bina Marga, tetapi penyedia jasa dapat berinovasi menggunakan standar lain.
Tujuan dari Kontrak Berbasis Kinerja adalah agar pengguna jasa menerima hasil yang layak, sehingga setelah serah terima pekerjaan pengguna jasa tidak harus mengerjakan pekerjaan yang masih tersisa lagi. Perbedaan proses pemilihan dan pelaksanaan kontrak konvensional dengan kontrak terintegrasi dijelaskan seperti ilustrasi sebelumnya.
Pada kontrak konvensional, urutannya adalah pengguna jasa melakukan kontrak terlebih dahulu dengan konsultan perencana, diikuti dengan menyiapkan DED yang dijadikan dasar dokumen lelang untuk memilih penyedia jasa. Pada kontrak terintegrasi dengan Kontrak Rancang Bangun (Design dan Build), terdapat shortcut time untuk memilih konsultan Pada Kontrak Berbasis Kinerja, prosesnya sama dengan proses Kontrak Design and Build, ditambah dengan masa layanan kinerja sebelum serah terima akhir.
Kontrak terintegrasi merupak solusi bagi pekerjaan yang dinilai sangat vital dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perlu diingat bahwa kontrak ini juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu karena tidak semua pekerjaan dapat cocok dengan kontrak terintegrasi, mengingat proyek konstruksi bersifat unik.
Mona Nabilah, ST.
Daftar Pustaka :
Bakar, Chairul Abu. 2016. Strategi, Permasalahan Dan Solusi Pelaksanaan Konstruksi Design And Build. Seminar Nasional Pengadaan Barang dan Jasa [23 Agustus 2016].
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Lembaran Negara RI Nomor 64 Tahun 2000. Jakarta.
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Lembaran Negara RI Nomor 368 Tahun 2014.Jakarta.
Sari, Permata Intan. 2012. Trial Project Kontrak Berbasis Kinerja. [Online]. Tersedia : https://balai3.wordpress.com [26 Agustus 2016].
Bakar, Chairul Abu. 2016. Strategi, Permasalahan Dan Solusi Pelaksanaan Konstruksi Design And Build. Seminar Nasional Pengadaan Barang dan Jasa [23 Agustus 2016].
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Lembaran Negara RI Nomor 64 Tahun 2000. Jakarta.
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Lembaran Negara RI Nomor 368 Tahun 2014.Jakarta.
Sari, Permata Intan. 2012. Trial Project Kontrak Berbasis Kinerja. [Online]. Tersedia : https://balai3.wordpress.com [26 Agustus 2016].
Post a Comment for "Mencerahkan Masa Depan Konstruksi Dengan Kontrak Terintegrasi"
Silahkan tinggalkan komentar berupa saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. Hanya komentar dengan Identitas yang jelas yang akan ditampilkan, Komentar Anonim, Unknown, Profil Error tidak akan di approved