Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Ini Dia Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

Akhir-akhir ini, banyak berita tentang kejadian kebakaran pada bangunan gedung, baik bangunan tempat tinggal, mall, maupun pabrik. Penyebab dari kebakaran tersebut bermacam-macam diantaranya hubungan pendek arus listrik, meledaknya kompor, kebocoran gas, kecerobohan penyalaan api dan sebagainya.

Memang, suatu bangunan gedung memiliki potensi terjadinya kebakaran. Apalagi bila bangunan tersebut material konstruksinya berasal dari material yang mudah terbakar dan digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008 Kebakaran merupakan suatu fenomena yang timbul akibat adanya peningkatan suhu dari suatu bahan yang kemudian bereaksi secara kimia dengan oksigen sehingga menghasilkan panas dan pancaran api, mulai dari awal terjadinya api, ketika proses penjalaran api, hingga asap dan gas yang ditimbulkan.

Oleh karenanya, guna meminimalisasi kebakaran dan menanggulangi kejadian kebakaran pada bangunan gedung, maka gedung harus diproteksi melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran.

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran dapat digolongkan:
  1. Kebakaran bahan padat kecuali logam (golongan A);
  2. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
  3. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
  4. Kebakaran bahan logam (Golongan D), dan
  5. Kebakaran akibat peralatan atau aktivitas memasak (Golongan K).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan disebutkan bahwa pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruanganruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun meminimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif.

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan terdiri dari beberapa komponen, antara lain:

Akses dan Pasokan Air

Box Hydrant
Box Hydrant
Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran Kriteria untuk akses dan pasokan air pemadam kebakaran adalah sebagai berikut:
  1. Tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran, atau reservoir air dan sebagainya;
  2. Dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat dipakai setiap saat untuk memudahkan penyampaian informasi kebakaran;
  3. Tersedia jalur khusus untuk akses mobil pemadam kebakaran;
  4. Tersedia jalan lingkungan perkerasan di dalam lingkungan bangunan gedung agar dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran;
  5. Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk mobil pemadam kebakaran lewat minimal 4 m;
  6. Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan warna yang kontras;
  7. Area jalur masuk pada kedua sisinya ditandai dengan bahan yang bersifat reflektif
  8. Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi jarak antara tidak lebih dari 3 m satu sama lain;
  9. Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi jalur penandaan jalur pemadam kebakaran diberi tulisan “jalur pemadam kebakaran, jangan dihalangi”.
Sarana Penyelamatan Jiwa

Rambu Petunjuk Arah Jalur Evakuasi
Rambu Petunjuk Arah Jalur Evakuasi
Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana penyelamatan jiwa yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Selain itu, sarana penyelamatan jiwa dibuat untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi.
  1. Sarana jalan keluar
  2. Tanda petunjuk arah evakuasi
  3. Pintu darurat
  4. Tempat berhimpun, Tempat berhimpun adalah tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang dijadikan sebagai tempat berhimpun atau berkumpul setelah proses evakuasi saat terjadi kebakaran. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran lainnya
Sarana Proteksi Kebakaran Pasif

Sarana proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan terhadap bukaan. Salah satu sub komponen dari sarana proteksi kebakaran pasif adalah konstruksi tahan api.

Konstruksi tahan api merupakan kesatuan dari penghalang api, dinding api, dinding luar dikaitkan dengan lokasi bangunan gedung yang dilindungi, partisi penahan penjalaran api, dan penutup asap. Menurut SNI 03-1736-2000 mengenai tata cara perencanaan sistem proteksi pasif, elemen persyaratan pada konstruksi tahan api antara lain sebagai berikut:
  1. Terdapat dinding penghalang api untuk membagi bangunan gedung untuk mencegah penyebaran api;
  2. Terdapat pintu tahan api;
  3. Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api secara berkala;
  4. Pintu tahan api harus mempunyai perlengkapan menutup sendiri atau menutup secara otomatis.
Sarana Proteksi Kebakaran Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri dari sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus. Penejelasan komponen sarana proteksi kebakaran aktif sebagai berikut:

Detektor kebakaran
Detektor kebakaran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu:
  1. Detektor asap
  2. Detektor panas, Detector panas merupakan alat yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya.
  3. Detektor nyala, Detektor nyala merupakan serangkaian alat yang berfungsi untuk mendeteksi penyalaan api.
  4. Detektor gas, Detektor gas merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi kenaikan konsentrasi gas-gas yang bersifat mudah terbakar.
Alarm kebakaran
Jenis-jenis alarm kebakaran diantaranya adalah bel, horn dan pengeras suara. Menurut SNI 03-3985-2000, elemen yang menjadi penilaian untuk alarm kebakaran adalah sebagai berikut:
  1. Terdapat alarm kebakaran pada unit produksi
  2. Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang dipakai untuk penggunaan lain.
Titik panggil manual
Sistem springkler otomatis
Hidran
Sistem pipa tegak
Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Utilitas Bangunan Gedung

Sumber daya listrik
Sumber daya listrik yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan system daya listrik darurat diproleh sekurang-kurangnya dari PLN atau sumber daya listrik darurat;
  2. Bangunan gedung atau ruangan yng sumber daya listrik utamanya dari PLN harus dilengkapi juga dengan generator sebagai sumber daya listrik darurat;
  3. Semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik darurat harus memenuhi kabel dengan tingkat ketahanan api selama 1 jam.
Pusat pengendali kebakaran
Elemen penilaian pusat pengendali kebakaran yaitu sebagai berikut:
  1. Pintu yang menuju ruang pengendali membuka kearah dalam ruang tersebut;
  2. Pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur evakuasi dari dalam bangunan;
  3. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan panel indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran kipas, pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan;
  4. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon yang memiliki sambungan langsung;
  5. Luas lantai ruang pengendali kebakaran ≥ 10 m2.
  6. Panjang sisi bagian dalam ruang pengendali kebakaran ≥ 2,5 m;
  7. Terdapat ventilasi di ruang pengendali kebakaran;
  8. Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali diberi tanda dengan tulisan “Ruang Pengendali Kebakaan”;
  9. Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi ≥ 50 mm;
  10. Warna huruf tanda ruang pengendali kebakaran kontras dengan latar belakangnya.
Sistem Proteksi Petir

Setiap bangunan dan gedung harus dilengkapi dengan instalasi sistem proteksi petir (SPP) yang dapat melindungi bangunan, manusia dan peralatan di dalamnya dari bahaya sambaran petir.
Skematik Penangkal Petir Konvensional
Skematik Penangkal Petir Konvensional

Instalasi SPP bangunan gedung dipasang dengan memperhatikan faktor letak dan sifat geografis bangunan, kemungkinan sambaran petir, kondisi petir dan densitas sambaran petir ke tanah serta risiko petir terhadap peralatan dan lain-lain. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengujian instalasi sistem proteksi petir harus dilakukan oleh tenaga ahli.
Veronica Kusumawardhani, S.T.,M.Si. & Deviana Kusuma Pratiwi, ST., KNOWLEDGE MANAGEMENT Penerapan Teknologi Konstruksi
Daftar Pustaka :
Al Aziz, Yusuf. 2014. Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT. Petrokimia Gresik tahun 2014. Skripsi. UIN Syarifhidayatullah Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Hartono, Widi. 2017. Sistem Proteksi Kebakaran Gedung. [online]. Tersedia: http://sipil.ft.uns.ac.id/web/?p=863. Diakses [12 Desember 2018].
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaab Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
M Hadi H, S.T.
M Hadi H, S.T. Sharing and building, berharap dapat berpartisipasi walaupun dalam hal kecil untuk kemajuan pengetahuan - Mengabdi di Dinas Pekerjaan Umum salah satu instansi Pemerintah Daerah

Post a Comment for "Ini Dia Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung"