Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Apa Itu Beton Scc (Self Compacting Concrete), Apa Saja Pengujian dan Penerapannya ?

Apa Itu Beton Scc (Self Compacting Concrete)
Jaman berkembang dengan begitu pesat, hampir seluruh sektor kehidupan dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi khususnya oleh perkembangan teknologi. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi, tidak terkecuali dalam bidang kontruksi dimana perkembangannya dirasakan cukup cepat, terlebih lagi di era Revolusi Industry 4.0 yang menuntut kita untuk lebih kreatif dan inovatif. Teknologi yang baik tentunya bertujuan untuk menjadi alat bantu manusia dalam menghadapi berbagai persoalan dengan lebih cepat, tepat dan efektif.

Dalam sektor konstruksi cukup banyak inovasi-inovasi baru yang muncul baik itu berupa metode kerja, software, produk material dan lain-lain yang siap untuk diaplikasikan. Salah satunya adalah beton Self Compacting Concrete (SCC), yang pengaplikasiannya akan lebih mendukung konstruksi beton bertulang. Beton bertulang (reinforced concrete) adalah struktur komposit yang sangat baik untuk digunakan pada konstruksi bangunan.

Pada struktur beton bertulang terdapat berbagai keunggulan akibat dari penggabungan dua buah bahan, yaitu beton (PC + aggregat halus + aggregat kasar + zat aditif) dan baja sebagai tulangan. Kita tahu bahwa keunggulan dari beton adalah kuat tekannya yang tinggi, sementara baja tulangan sangat baik untuk menahan gaya tarik dan geser.

Pada pelaksanaannya konstruksi beton bertulang ini memang lebih sulit dibandingkan dengan konstruksi biasa, dimana bentuk kontruksi yang kompleks ditambah dengan tulangan yang rapat menimbulkan persoalan tersendiri, khususnya dalam penuangan/pengecoran beton pada bekisting.

Sama dengan dengan material lainnya, beton bertulang juga memiliki masalah yang dapat mengurangi keunggulannya atau menyebabkan beton ini rusak, diantaranya seperti penggunaan vibrator yang salah, tinggi jatuh pengecoran, kesalahan pembesian, kesalahan pelepasan bekisting, kesalahan saat proses curing dan lain-lain.
Konstruksi Beton Bertulang
Konstruksi Beton Bertulang
Pelaksanaan pengecoran yang tidak baik akan menghasilkan beton dengan kualitas yang buruk, seperti beton keropos, permeabilitasnya tinggi, atau beton yang mengalami pemisahan material.

Beton dengan kualitas baik adalah beton yang memiliki kuat tekan tinggi, kedap air dan tidak keropos/porous. Tingkat porousitas dan permeabilitas yang tinggi akan menjadi penyebab utama rendahnya keawetan beton sehingga beton tidak dapat digunakan sesuai dengan masa layaknya.

Beton yang keropos sangat rentan terhadap tempat yang agresif, zat-zat akan dengan mudah masuk ke dalam beton dan selanjutnya mengkorosi tulangan-tulangan yang ada di dalam beton. Korosi pada tulangan beton menjadi penyebab utama lemahnya beton sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal dan merusak beton seperti retak (Crack) dan terkelupas (spalling).

Reaksi yang terjadi ini menimbulkan tegangan yang melampaui kekuatan tarik beton. Kondisi ini tentu mengganggu efektivitas dan efisiensi dalam proyek dan pada akhirnya mengganggu manajemen waktu, biaya dan mutu yang telah direncanakan sebelumnya
Beton Yang Terkorosi
Beton Yang Terkorosi
Berangkat dari persoalan diatas, sangat diperlukan teknologi dan metode baru yang memungkinkan proses pengecoran dilakukan dengan merata dan terjaga homogenitas campuran betonnya. Salah satu solusi nya adalah dengan penggunaan beton yang dapat memadat sendiri dan memiliki sebaran yang efektif yaitu Self Compacting Concrete (SCC).

Self Compacting Concrete (SCC) 

Beton SCC adalah beton yang dapat memadat sendiri dan memiliki sebaran yang efektif. Beton ini sudah sejak lama diteliti di Jepang, penelitian ini berhasil di selesaikan dan untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Okamura pada sekitaran tahun 1990-an di Jepang. SCC hadir sebagai upaya mengatasi persoalan pengecoran di Jepang.

Campuran SCC ini lebih cair daripada campuran beton konvensional, dimana beton segar dapat mengalir dan memadat ke setiap sudut struktur bangunan yang sulit dijangkau oleh pekerja dan mengisi tinggi permukaan yang diinginkan dengan rata (self-leveling) tanpa mengalami bleeding. 

Selain itu campuran ini mampu mengalir melalui celah-celah antar besi tulangan tanpa terjadi segregasi atau pemisahan materialnya. Dengan sifatnya yang lebih cair dibandingkan dengan beton konvensional, beton SCC tentu akan mengurangi kerumitan pengerjaannya.

Selain itu SCC juga mendukung pelaksanaan Green Building karena mengurangi pemakaian energi (listrik) dengan tidak digunakannya vibrator untuk pemadatan. Dengan sifat campurannya yang mudah berdeformasi dengan kekentalannya (viskositasnya) yang bertahan konsisten. maka beton SCC akan memadat sendiri tanpa mengalami segregasi.

Dalam perkembangannya saat ini beton SSC tidak hanya digunakan dan dikembangkan di Jepang, tapi dibanyak negara termasuk di Indonesia. Kedepan masih sangat diperlukan kajian atau riset yang mendalam menyangkut tentang metode pencampuran (mix design) yang paling efektif untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Karena kelebihannya, rasanya tidak berlebihan apabila banyak pihak mengklaim bahwa SCC akan menjadi standar beton masa depan. Selain itu, komposisi agregat pada SCC berbeda dengan beton konvensional, komponen halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton konvensional karena SCC memanfaatkan perilaku pasta yang dapat membantu mengalirkan beton segar. Beton konvesional menggunakan agregat kasar sebesar 70%-75% dari volume beton. Selain itu ukuran agregat kasar pada SCC lebih kecil daripada beton konvensional. Ukuran agregat kasar yang digunakan pada SCC sekitar 5 mm-20 mm. Komposisi agregat inilah yang dapat mengurangi tingkat permeabilitas dan porositas pada SCC sehingga beton lebih kedap air dan cenderung lebih awet dari pada beton konvensional
Proses Pengecoran
Proses Pengecoran
Selain kemampuannya untuk memadat sendiri dan mengurangi pemakaian energi, ada beberapa kelebihan dan keuntungan yang didapat dari penggunaan SCC.

Diantaranya adalah mengurangi tenaga kerja dan peralatan, mengurangi kebisingan di lokasi proyek, mempermudah proses pengecoran di lapangan, proses konstruksi bisa berlangsung lebih cepat, meningkatkan kualitas dan daya tahan bangunan, kekuatan yang dihasilkan lebih tinggi, mengurangi kebutuhan untuk memastikan level permukaan (self-leveling characteristic), menghilangkan kebutuhan bahan seperti underlayments, yang digunakan untuk tingkat dan mempersiapkan substrat untuk bahan lantai akhir.

Selain kelebihannya, beton SCC memiliki konsekuensi yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan jika dibandingkan dengan beton konvensional. Maka dari itu, kedepannya diperlukan pengembangan dan riset untuk bisa menekan jumlah biaya yang dikeluarkan.  

Pengujian Self Compacting Concrete (SCC)

Untuk dapat memenuhi persyaratan dan menguji mutunya, perlu dilakukan beberapa pengujian pada beton SCC segar untuk mengukur karakteristik workability SCC. Terdapat tiga karakteristik diantaranya adalah Filling Ability, Passing Ability, dan Segregation Resistance. 

Filling Ability adalah kemampuan beton segar untuk mengisi setiap ruang dalam bekisting tanpa terdapat rongga udara.

Passing Ability adalah kemampuan beton segar untuk mengalir dan melewati halangan, dalam hal ini adal ah untuk melewati celah-celah antar tulangan yang rapat.

Segregation Resistance adalah kemampuan beton segar untuk mampu bertahan dari pemisahan antar material sehingga memiliki workability yang tinggi. 

Berbagai macam pengujian beton segar SCC telah diusulkan, diantaranya adalah U-test, L-Box Test, Slump flow T50, dan V-funnel test.
Berikut adalah tujuan dari setiap test:
  1. U-Box test digunakan untuk mengukur filling ability.
  2. L-Box test digunakan untuk mengamati karakteristik material terhadap flowability, blocking, dan segregation. 
  3. V-Funnel test digunakan untuk mengukur filling ability dan stabilitas dari beton segar.  
  4. Slump flow test digunakan untuk menetukan flowability (kemampuan alir) dan stabillitas SCC.
Alat Uji U-Box Test
Alat Uji U-Box Test 

Alat Uji L-Box Test
Alat Uji L-Box Test

Alat Uji V-Funnel Test
Alat Uji V-Funnel Test
Khusus untuk Slump Test, kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal berbeda dengan bidang horizontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan awal workabilities beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah sebagai berikut:  
  1. Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm sampai 80 cm. 
  2. Untuk konstruksi horizontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60 cm sampai 75 cm. 

Penerapan Beton SCC di Indonesia 

Pengembangan SCC di Indonesia masih terbatas pada metode uji coba mix design. Berbeda dari beton normal pada umumnya, komposisi semen yang dibutuhkan pada mix design SCC lebih banyak jika dibandingkan dengan komposisi semen pada beton normal (Okamura dan Ouchi 2003). 

Pengecoran beton konvensional pada beam column joint dengan tulangan yang padat menggunakan vibrator belum tentu mendapatkan kepadatan yang maksimal. Selain itu, penggunaan vibrator pada daerah yang padat bangunan beresiko menimbulkan polusi udara yang tinggi. Kehadiran beton SCC menjadi solusi dan alternatif yang dapat digunakan.

Namun biaya pembuatan beton SCC yang cukup mahal dibandingkan beton konvensional menjadi salah satu penyebab belum maksimalnya penggunaan beton SCC di Indonesia. Selain terbatas pada metode uji coba mix design, SCC di Indonesia masih digunakan hanya pada konstruksi dengan kondisi-kondisi khusus seperti pembangunan basement yang membutuhkan beton dengan permeabilitas rendah.  
Basement
Basement
Selain basement, SCC pernah juga diaplikasikan untuk pilecap jembatan yaitu pilecap Jembatan Pulau Balang yang akan menghubungkan Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki panjang sekitar 1.750 meter Jembatan yang membentang diatas teluk Balikpapan tersebut akan dibangun dengan jenis konstruksi cable stayed dan pelengkung beton presstres. 

SCC juga telah diaplikasikan pada jembatan Grand Wisata (Cable Stayed) di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 2007 dengan menggunakan beton mutu 60 MPa, dengan pertimbangan kesulitan pemadatan manual pada posisi  menara yang tinggi dan miring.


M Hadi H, S.T.
M Hadi H, S.T. Sharing and building, berharap dapat berpartisipasi walaupun dalam hal kecil untuk kemajuan pengetahuan - Mengabdi di Dinas Pekerjaan Umum salah satu instansi Pemerintah Daerah

Post a Comment for "Apa Itu Beton Scc (Self Compacting Concrete), Apa Saja Pengujian dan Penerapannya ? "