Hebat ! Bagaimana Ban Bekas Menghentikan Gedung Runtuh ?
Indonesia merupakan satu dari negara di dunia yang rentan mengalami gempa bumi. Jika dilihat dari jalur cincin lempengan bumi, letak geografis Indonesia berada pada jalur bertemunya tiga lempeng tektonik utama dunia sekaligus, yakni: Samudera India-Australia di sebelah selatan, Samudera Pasifik di sebelah timur dan Eurasia, di mana sebagian wilayah Indonesia masuk di dalamnya.
Tidak hanya dikarenakan berada di jalur pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, Indonesia juga berada pada kawasan yang memiliki gunung aktif. Tercatat hingga 2016, sebanyak 19 gunung api aktif yang tersebar beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Kendati rentan menimbulkan gempa bumi tektonik dan vulkanik, kondisi geografis ini juga memberikan keuntungan tersendiri, seperti adanya panas bumi yang dihasilkan dari gunung api atau gunung yang sudah tidak aktif, namun masih memiliki sisa panas. Hal ini, menyebabkan kesuburan tanah yang dapat menghasilkan kekayaan sumber daya alam yang bernilai.
Bencana gempa bumi yang terjadi di Yogjakarta pada 2006 silam mengingatkan kita bagaimana ribuan rumah mengalami rusak parah. Hal itu karena Indonesia masih menggunakan jenis bangunan permanen yang belum memenuhi syarat penting kawasan rawan gempa.
Selain itu, Indonesia baru saja dilanda gempa berkekuatan 7,5 yang diikuti oleh tsunami yang besar dengan gelombang hingga 6 meter yang merusak Palu dan Donggala Sulawesi Tengah pada pada September 2018 lalu.
Indonesia sedang berduka atas terjadinya gempa bumi di Sulawesi Tengah dengan magnitudo 7,7 SR. Magnitudo gempa yang besar tersebut menyebabkan terjadinya Tsunami di kota Palu dan Donggala yang saat ini masih dihitung dampak kerugian korban jiwa maupun materialnya.
Padahal sebelumnya pada 19 Agustus 2018, Lombok diguncang gempa dengan magnitudo 6.5 yang terjadi beberapa kali dengan kekuatan besar dan ratusan kali dengan kekuatan yang kecil, bencana di Lombok menelan korban jiwa lebih dari 500 jiwa, 2.500 dilarikan kerumah sakit, dan 270.000 masarakat kehilangan tempat tinggal.
Gempa bumi memporak porandakan bangunan di Lombok dan sekitarnya yang di akibatkan kualitas bangunan dan perencanaan kota yang kurang baik sehingga di daerah tersebut mengalami kerusakan yang begitu parah.
Gempa bumi adalah salah satu bencana alam paling mematikan, terhitung hanya 7,5% peristiwa semacam itu terjadi antara 1994 dan 2013 dan menyebabkan 37% korban meninggal. Dan dalam berbagai kejadian bencana alam, bukan negara-negara yang paling sering mengalami bencana alam yang menderita kerugian paling besar. Jumlah orang tewas di suatu negara dari bencana alam terkait dengan seberapa majunya negara tersebut.
Di Lombok, seperti di Nepal pada 2015, banyak kematian yang disebabkan oleh rumah yang tidak berdiri dengan kokoh sehingga tidak mampu menahan guncangan susulan. Secara umum, bangunan berkualitas rendah dan perencanaan kota yang tidak memadai adalah dua alasan utama mengapa peristiwa seismik lebih merusak di negara-negara berkembang.
Menurut Akademisi Arsitektur Unika Atma Jaya, Benny Puspantor yang dikutip dari Rumah.com, kerusakan pada bangunan rumah yang disebabkan oleh gempa bumi antara lain:
Dan bahan utama dari fondasi ini adalah karet dari ban bekas, yang sebagian besar sangat sulit untuk dibuang secara aman dan sebagian besar dikirim ke tempat pembuangan akhir atau dibakar, melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar dan gas beracun yang mengandung logam berat.
Tapi tahukah kita bahwa ban bekas yang dibakar akan berpengaruh pada kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan?
Kita mesti tahu bahwa ban bekas atau masih baru, terbuat dari karet (dengan kandungan kimia Isobutene Isoprene Rubber-IIR*1). Jika dibakar, pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tidak sempurna yang akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO), ditandai dengan asap yang sangat hitam, dan gas karbon dioksida (CO2).
Apabila gas CO terhisap melalui pernafasan, gas tersebut akan bereaksi dengan haemoglobin dalam darah, sehingga dapat menghambat transfer oksigen yang membahayakan kehidupan manusia.
Sudah kita ketahui bersama bahwa gas CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca, yang jika kandungannya didalam udara berlebihan dapat menimbulkan efek rumah kaca. Satu alasan lain sebagai pemicu terjadinya pemanasan global, padahal hasil pembakaran itu sendiri tidak baik untuk kesehatan manusia.
Juan Bernal-Sanchez dan timnya dari Edinburgh Napier University melakukan percobaan dengan membuat bangunan yang dapat mengurangi guncangan gempa.
Inovasi yang dilakukan oleh Juan dkk adalah membangun pondasi bangunan menggunakan bahan utama limbah ban bekas yang kita tahu bahwa limbah tersebut sangat berbahaya karna mengandung racun dan karbon dioksida.
Terlebih perilaku masyarakat Indonesia sering melakukan pembakaran terhadap limbah sampah tanpa ada pengolahan terlebih dahulu sehingga berdampak mencemari lingkungan.
Pondasi menggunakan bahan baku ban bekas ini sangat menjanjikan karena selain mengurangi limbah berbahaya juga dapat mengurangi guncangan pada bangunan saat terjadi gempa. Butiran warna hitam pada gambar yang ada di bawah merupakan ban bekas yang di campur dengan pasir agar berfungsi untuk meredam getaran.
Sebelum riset Juan dkk dilakukan, telah di kembangkan alat penahan getaran yang disebut ViBa oleh University of Brighton. Viba adalah rancangan penahan getaran bawah tanah yang dapat mengurangi getaran karena gempa bumi hingga 40% – 80%, terdiri dari karet dan tanah.
Viba terlihat sungguh prospektif untuk menahan keruntuhan bangunan ketika gempa terjadi karena alat tersebut dipasang di bawah tanah dan di sekitar bangunan yang berdiri.
Namun kelemahan dari alat yang masih dalam tahap pengembangan tersebut adalah pembuatannya yang rumit dan membutuhhkan biaya yang besar (karet dalam jumlah besar) dalam pembuatan alatnya. Juan dkk berinovasi dengan mengganti karet ke ban bekas yang setiap terkumpul 15 juta ton.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase ban bekas sebesar 30% dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan bangunan dalam meredam guncangan yang di berikan dibandingkan persentase persentase lainnya. Bahkan pada persentase ban bekas 30%, bangunan tidak mudah hancur ketika di berikan guncangan dengan amplitudo yang semakin besar.
Juan dkk masih terus menyempurnakan temuan mereka agar pondasi campuran ban bekas dan pasir dapat efisien dan efektif menahan berbagai macam tipe gempa bumi yang melanda, seperti menggunakan persentase ban bekas yang lebih besar atau mencampurkannya dengan bahan lain.
Tidak hanya dikarenakan berada di jalur pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, Indonesia juga berada pada kawasan yang memiliki gunung aktif. Tercatat hingga 2016, sebanyak 19 gunung api aktif yang tersebar beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Kendati rentan menimbulkan gempa bumi tektonik dan vulkanik, kondisi geografis ini juga memberikan keuntungan tersendiri, seperti adanya panas bumi yang dihasilkan dari gunung api atau gunung yang sudah tidak aktif, namun masih memiliki sisa panas. Hal ini, menyebabkan kesuburan tanah yang dapat menghasilkan kekayaan sumber daya alam yang bernilai.
Bencana gempa bumi yang terjadi di Yogjakarta pada 2006 silam mengingatkan kita bagaimana ribuan rumah mengalami rusak parah. Hal itu karena Indonesia masih menggunakan jenis bangunan permanen yang belum memenuhi syarat penting kawasan rawan gempa.
Selain itu, Indonesia baru saja dilanda gempa berkekuatan 7,5 yang diikuti oleh tsunami yang besar dengan gelombang hingga 6 meter yang merusak Palu dan Donggala Sulawesi Tengah pada pada September 2018 lalu.
Kondisi Jembatan Kuning Palu Setelah Gempa dan Tsunami |
Padahal sebelumnya pada 19 Agustus 2018, Lombok diguncang gempa dengan magnitudo 6.5 yang terjadi beberapa kali dengan kekuatan besar dan ratusan kali dengan kekuatan yang kecil, bencana di Lombok menelan korban jiwa lebih dari 500 jiwa, 2.500 dilarikan kerumah sakit, dan 270.000 masarakat kehilangan tempat tinggal.
Gempa bumi memporak porandakan bangunan di Lombok dan sekitarnya yang di akibatkan kualitas bangunan dan perencanaan kota yang kurang baik sehingga di daerah tersebut mengalami kerusakan yang begitu parah.
Gempa bumi adalah salah satu bencana alam paling mematikan, terhitung hanya 7,5% peristiwa semacam itu terjadi antara 1994 dan 2013 dan menyebabkan 37% korban meninggal. Dan dalam berbagai kejadian bencana alam, bukan negara-negara yang paling sering mengalami bencana alam yang menderita kerugian paling besar. Jumlah orang tewas di suatu negara dari bencana alam terkait dengan seberapa majunya negara tersebut.
Kondisi Jalan Pasca Gempa di Lombok |
Menurut Akademisi Arsitektur Unika Atma Jaya, Benny Puspantor yang dikutip dari Rumah.com, kerusakan pada bangunan rumah yang disebabkan oleh gempa bumi antara lain:
- Pecahnya fondasi dan lantai yang mengakibatkan bangunan turun atau miring.
- Dinding dan atau rangka pintu atau jendela retak atau pecah.
- Rangka bangunan, plafon, atap, mengalami perubahan bentuk menjadi tidak sempurna atau pergeseran kearah horisontal dan menjadi labil.
- Kemungkinan terjadi korsleting listrik yang dapat menimbulkan kebakaran.
- Kerugian yang paling total adalah robohnya bangunan tersebut.
Dan bahan utama dari fondasi ini adalah karet dari ban bekas, yang sebagian besar sangat sulit untuk dibuang secara aman dan sebagian besar dikirim ke tempat pembuangan akhir atau dibakar, melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar dan gas beracun yang mengandung logam berat.
Tapi tahukah kita bahwa ban bekas yang dibakar akan berpengaruh pada kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan?
Kita mesti tahu bahwa ban bekas atau masih baru, terbuat dari karet (dengan kandungan kimia Isobutene Isoprene Rubber-IIR*1). Jika dibakar, pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tidak sempurna yang akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO), ditandai dengan asap yang sangat hitam, dan gas karbon dioksida (CO2).
Ilustrasi Bakar Sampah |
Sudah kita ketahui bersama bahwa gas CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca, yang jika kandungannya didalam udara berlebihan dapat menimbulkan efek rumah kaca. Satu alasan lain sebagai pemicu terjadinya pemanasan global, padahal hasil pembakaran itu sendiri tidak baik untuk kesehatan manusia.
Juan Bernal-Sanchez dan timnya dari Edinburgh Napier University melakukan percobaan dengan membuat bangunan yang dapat mengurangi guncangan gempa.
Inovasi yang dilakukan oleh Juan dkk adalah membangun pondasi bangunan menggunakan bahan utama limbah ban bekas yang kita tahu bahwa limbah tersebut sangat berbahaya karna mengandung racun dan karbon dioksida.
Terlebih perilaku masyarakat Indonesia sering melakukan pembakaran terhadap limbah sampah tanpa ada pengolahan terlebih dahulu sehingga berdampak mencemari lingkungan.
Pondasi menggunakan bahan baku ban bekas ini sangat menjanjikan karena selain mengurangi limbah berbahaya juga dapat mengurangi guncangan pada bangunan saat terjadi gempa. Butiran warna hitam pada gambar yang ada di bawah merupakan ban bekas yang di campur dengan pasir agar berfungsi untuk meredam getaran.
Campuran Ban Bekas dengan Pasir |
Viba terlihat sungguh prospektif untuk menahan keruntuhan bangunan ketika gempa terjadi karena alat tersebut dipasang di bawah tanah dan di sekitar bangunan yang berdiri.
Namun kelemahan dari alat yang masih dalam tahap pengembangan tersebut adalah pembuatannya yang rumit dan membutuhhkan biaya yang besar (karet dalam jumlah besar) dalam pembuatan alatnya. Juan dkk berinovasi dengan mengganti karet ke ban bekas yang setiap terkumpul 15 juta ton.
Hasil Campuran Pasir dan Ban Bekas Yang Sedang di Uji Coba |
Apabila secara fisikanya, campuran ban bekas dengan pasir dapat mengubah frekuensi alami bangunan ketika terjadi getaran tanah akibat gempa bumi. Interaksi antara bangunan dan pondasi (campuran ban bekas serta pasir) diharapkan dapat mencegah adanya keruntuhan bangunan ketika adanya gaya horizontal yang diakibatkan oleh gempa bumi.
Mekanisme tersebut juga dapat dianalogikan layaknya Crumple zone pada mobil keluaran terbaru. Desain mobil memiliki rangka yang lebih mudah untuk penyok pada bagian depan dan belakang mobil agar berfungsi untuk menyalurkan energi benturan pada mobil agar tidak merusak kabin pada mobil.
Nah, campuran ban bekas pada pondasi bangunan inilah yang akan terkena dampak terlebih dahulu ketika terjadi gempa. Melalui sebuah eksperimen menggunakan ban bekas dengan rata-rata ukuran potongan sebesar 1,5 mm, ban bekas tersebut dicampur pasir dengan persentase ban bekas yang berbeda-beda yakni sebesar 10%, 20%, dan 30%.
Kemudian dilakukan perlakuan terhadap pondasi tersebut dengan memberikan tegangan amplitudo (guncangan) mulai dari 0.05%, 0.1%, 0.2%, dan 1%. Perlakuan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah campuran pondasi tersebut dapat optimal menahan guncangan gempa yang terjadi.
Uji Coba pada Bangunan dengan Fondasi Campuran Ban Bekas dengan Pasir |
Checking Setelah Melakukan Uji Tes Oleh para Engineer |
Bagaimana apakah anda tidak tertarik untuk ikut meneliti topik tersebut?, saat ini Indonesia sangat membutuhkan teknologi penahan gempa karena berkah letak geografis menjadikan Indonesia sebagai negara yang “langganan” akan bencana gempa bumi .
Konstruksi KNOWLEDGE MANAGEMENT Penerapan Teknologi Konstruksi
Post a Comment for "Hebat ! Bagaimana Ban Bekas Menghentikan Gedung Runtuh ?"
Silahkan tinggalkan komentar berupa saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. Hanya komentar dengan Identitas yang jelas yang akan ditampilkan, Komentar Anonim, Unknown, Profil Error tidak akan di approved