Ribuan Guru Honorer Dua Bulan Tak Gajian
Editorial
Ribuan guru honorer SMA SMK di Provinsi Banten belum gajian dua bulan karena bantuan operasional sekolah daerah (bosda) hingga kemarin belum juga cair. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, para guru honorer itu menggunakan dana talangan dari koperasi sekolah dan berutang.
Gaji para honorer itu memang tergantung dari pencairan bosda yang dikucurkan Pemprov Banten. Bila bosda cair tepat waktu, maka mereka baru dapat menerima gaji. Sebaliknya, bila bosda terlambat cair, maka mereka terlambat juga menerima haknya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten Engkos Kosasih Samanhudi menyebut, jumlah guru honorer di Banten tembus hingga sepuluh ribu lebih. Mereka tersebar di delapan kabupaten kota di Banten. Namun, saat ini masih dilakukan proses pemutakhiran data lagi, sebab guru honorer SMA SMK di Banten mengantongi surat keputusan (SK) berbeda-beda. Ada yang dari bupati walikota, dinas terkait, bahkan SK dari kepala sekolah tempat mereka mengajar.
Beberapa guru honorer di Banten saat dikonfirmasi membenarkan bahwa mereka belum menerima gaji. Guru honorer di SMA 1 Kota Cilegon, Habib misalnya. Ia menuturkan, keterlambatan pencairan Bosda sudah diprediksi sebelumnya oleh para honorer.
Untuk dapat bertahan hidup, ia mengaku menggunakan dana talangan dari koperasi sekolah. “Jadi, nanti sistemnya pas bosda sudah turun, kita ganti,” ujar Habib kepada Radar Banten, Jumat (1/3). Pria yang sudah 16 tahun menjadi honorer itu berharap bosda bisa segera dicairkan agar para honorer bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Ketua Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Provinsi Banten Martin mengaku, banyak menerima keluhan dari para honorer guru terkait lambatnya pencairan dana bosda yang bersumber dari APBD Provinsi Banten tersebut. Bahkan, meski saat ini pengelolaan SMA SMK diambil alih dari pemerintah kabupaten kota ke pemprov, tetap saja tidak memberikan perubahan.
” Banyak keluhan ke saya terkait itu, kita masih menunggu dan sabar. Ya saya juga menyayangkan, mereka juga punya anak, keluarga, dan butuh makan. Kalau nggak dibayar sampai tiga bulan jelas memprihatinkan,” beber Martin, Jumat (1/3)
Katanya, banyak tenaga honorer harus berutang ke warung atau ke orang lain agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Ada juga yang kerja sambilan seperti berdagang atau usaha lainnya untuk memenuhi kehidupan sehari hari. Hal itu, katanya, dapat memengaruhi kinerja.
“Mereka butuh makan, harus bayar listrik, biaya anak sekolah, akhirnya efeknya di kinerja. Kalau pagi kerja malam juga kerja, nanti pas pagi ngajarnya nggak fokus,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala SMAN 12 Tangsel Muhamad Syamsuddin juga membenarkan bahwa guru honorer belum gajian karena bosda belum turun. “Sejak awal tahun, belum turun. Kami hanya bisa prihatin saja. Kasihan pegawai yang butuh makan, belum ada uang sepeser pun didapat,” katanya melalui pesan WhatsApp, Jumat (1/3).
“Kita ada sekitar 36 guru honorer, sembilan pegawai tata usaha dan office boy serta tiga satpam,” tambahnya.
Ia berharap, pengelolaan pendidikan jangan terlalu dikaitkan dengan politik walau hidup memang tidak lepas dari politik. “Pengelolaan keuangan untuk pendidikan yang dibutuhkan ketepatan waktu,” ucapnya.
“Jika bisa menggunakan skala prioritas, dahulukan anggaran honorer, pembayaran listrik, telepon, internet,” tandasnya.
Guru honorer SMKN 1 Cinangka, Kabupaten Serang, Dedi mengatakan, setiap awal bulan gaji guru honorer selalu telat karena pencairan dana bosda juga telat. Ia mengaku, menunggu kebijakan dari Pemprov Banten untuk secepatnya mencairkan bosda.
“Dari tahun ke tahun, Januari-Februari itu ya selalu begini,” katanya.
Menurutnya, pencairan gaji untuk guru honorer tidak menentu, tergantung kebijakan Pemprov Banten. “Saya mah ngikut sajalah, gimana kebijakan saja, yang penting kita kerja benar mengabdi pada sekolah,” ujarnya.
Sementara Ketua Forum Honorer K-2 Guru Kabupaten Serang Asep Syamsudin mengatakan, gaji guru honorer rata-rata diberikan dengan sistem rapel. Sementara yang diberikan per bulan biasaya menggunakan dana talangan dari sekolah atau pribadi kepala sekolah. “Tapi, rata-rata tiga bulan sekali,” katanya.
Dari keterangannya, di Kabupaten Serang ada 900 guru honorer K-2. Mereka terdiri atas tenaga pengajar dan operator sekolah. Pencairan bosda yang terlambat, dinilai Asep, berpengaruh pada gaji guru honorer. “Dirapel itu kan karena menunggu anggarannya cair,” ujarnya.
SK GUBERNUR BELUM TERBIT
Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih Samanhudi yang dikonfirmasi mengakui pencairan dana bosda triwulan I tahun anggaran 2019 mengalami keterlambatan. “Sampai awal Maret ini belum bisa dilakukan pencairan. Sebab, belum ada SK gubernur tentang penetapan penetapan KPA (kuasa pengguna anggaran-red) dan BPP (bendahara pengeluaran pembantu-red),” kata Engkos.
Ia menuturkan, SK gubernur belum terbit lantaran ada perubahan struktur organisasi tata kerja (SOTK) cabang Dinas Pendidikan. Dari yang semula delapan cabang dinas menjadi lima cabang dinas, sehingga harus ada penyesuaian administrasi terkait pengelolaan keuangan. “Sambil menunggu penyesuaian administrasi dan SK gubernur, sekarang ini calon BPP sedang dilakukan bimtek terkait verifikasi dokumen pengajuan dari kuasa pengguna anggaran (KPA )-pejabat pembuat komitmen (PPK) di kantor cabang dinas (KCD) dan sekolah, serta pembuatan surat permintaan pembayaran (SPP)- surat perintah membayar (SPM). Jadi kalau SK gubernur terbit kemudian KCD dan sekolah siap, kami yakin honor untuk guru non-ASN sudah bisa secepatnya diberikan,” tuturnya.
Terkait jumlah guru honorer di Banten, Engkos mengakui, jumlahnya lebih dari sepuluh ribu orang. Namun, saat ini masih dilakukan proses pemutakhiran data. “Ini masalahnya, mereka mengajar di SMA SMK yang kini sudah jadi kewenangan provinsi, tapi SK-nya masih SK yang ditandatangani oleh bupati walikota, bahkan ada yang dari kepala sekolah,” ungkapnya.
Sedangkan terkait besaran gaji guru honorer SMA SMK, Dindikbud telah mengatur besarannya. “Untuk gaji honorer sesuai jenjang pendidikan. Misalnya guru S-2 itu gajinya Rp1,5 juta, untuk S-1 Rp1,350 juta, sedangkan untuk D-3 sebesar Rp1,1 juta, SMA Rp1 juta. Namun, teknisnya disesuaikan dengan jam pelajaran,” kata Engkos.
Senada dikatakan Kabid SMA Dindikbud Banten Rudi Prihadi, guru honorer belum menerima gaji bila bosda belum cair. “Kami segera koordinasi dengan KCD masing-masing wilayah agar persoalan administrasi pencairan dana bosda secepatnya diselesaikan,” katanya. (radarbanten).
Gaji para honorer itu memang tergantung dari pencairan bosda yang dikucurkan Pemprov Banten. Bila bosda cair tepat waktu, maka mereka baru dapat menerima gaji. Sebaliknya, bila bosda terlambat cair, maka mereka terlambat juga menerima haknya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten Engkos Kosasih Samanhudi menyebut, jumlah guru honorer di Banten tembus hingga sepuluh ribu lebih. Mereka tersebar di delapan kabupaten kota di Banten. Namun, saat ini masih dilakukan proses pemutakhiran data lagi, sebab guru honorer SMA SMK di Banten mengantongi surat keputusan (SK) berbeda-beda. Ada yang dari bupati walikota, dinas terkait, bahkan SK dari kepala sekolah tempat mereka mengajar.
Beberapa guru honorer di Banten saat dikonfirmasi membenarkan bahwa mereka belum menerima gaji. Guru honorer di SMA 1 Kota Cilegon, Habib misalnya. Ia menuturkan, keterlambatan pencairan Bosda sudah diprediksi sebelumnya oleh para honorer.
Untuk dapat bertahan hidup, ia mengaku menggunakan dana talangan dari koperasi sekolah. “Jadi, nanti sistemnya pas bosda sudah turun, kita ganti,” ujar Habib kepada Radar Banten, Jumat (1/3). Pria yang sudah 16 tahun menjadi honorer itu berharap bosda bisa segera dicairkan agar para honorer bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Ketua Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Provinsi Banten Martin mengaku, banyak menerima keluhan dari para honorer guru terkait lambatnya pencairan dana bosda yang bersumber dari APBD Provinsi Banten tersebut. Bahkan, meski saat ini pengelolaan SMA SMK diambil alih dari pemerintah kabupaten kota ke pemprov, tetap saja tidak memberikan perubahan.
” Banyak keluhan ke saya terkait itu, kita masih menunggu dan sabar. Ya saya juga menyayangkan, mereka juga punya anak, keluarga, dan butuh makan. Kalau nggak dibayar sampai tiga bulan jelas memprihatinkan,” beber Martin, Jumat (1/3)
Katanya, banyak tenaga honorer harus berutang ke warung atau ke orang lain agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Ada juga yang kerja sambilan seperti berdagang atau usaha lainnya untuk memenuhi kehidupan sehari hari. Hal itu, katanya, dapat memengaruhi kinerja.
“Mereka butuh makan, harus bayar listrik, biaya anak sekolah, akhirnya efeknya di kinerja. Kalau pagi kerja malam juga kerja, nanti pas pagi ngajarnya nggak fokus,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala SMAN 12 Tangsel Muhamad Syamsuddin juga membenarkan bahwa guru honorer belum gajian karena bosda belum turun. “Sejak awal tahun, belum turun. Kami hanya bisa prihatin saja. Kasihan pegawai yang butuh makan, belum ada uang sepeser pun didapat,” katanya melalui pesan WhatsApp, Jumat (1/3).
“Kita ada sekitar 36 guru honorer, sembilan pegawai tata usaha dan office boy serta tiga satpam,” tambahnya.
Ia berharap, pengelolaan pendidikan jangan terlalu dikaitkan dengan politik walau hidup memang tidak lepas dari politik. “Pengelolaan keuangan untuk pendidikan yang dibutuhkan ketepatan waktu,” ucapnya.
“Jika bisa menggunakan skala prioritas, dahulukan anggaran honorer, pembayaran listrik, telepon, internet,” tandasnya.
Guru honorer SMKN 1 Cinangka, Kabupaten Serang, Dedi mengatakan, setiap awal bulan gaji guru honorer selalu telat karena pencairan dana bosda juga telat. Ia mengaku, menunggu kebijakan dari Pemprov Banten untuk secepatnya mencairkan bosda.
“Dari tahun ke tahun, Januari-Februari itu ya selalu begini,” katanya.
Menurutnya, pencairan gaji untuk guru honorer tidak menentu, tergantung kebijakan Pemprov Banten. “Saya mah ngikut sajalah, gimana kebijakan saja, yang penting kita kerja benar mengabdi pada sekolah,” ujarnya.
Sementara Ketua Forum Honorer K-2 Guru Kabupaten Serang Asep Syamsudin mengatakan, gaji guru honorer rata-rata diberikan dengan sistem rapel. Sementara yang diberikan per bulan biasaya menggunakan dana talangan dari sekolah atau pribadi kepala sekolah. “Tapi, rata-rata tiga bulan sekali,” katanya.
Dari keterangannya, di Kabupaten Serang ada 900 guru honorer K-2. Mereka terdiri atas tenaga pengajar dan operator sekolah. Pencairan bosda yang terlambat, dinilai Asep, berpengaruh pada gaji guru honorer. “Dirapel itu kan karena menunggu anggarannya cair,” ujarnya.
SK GUBERNUR BELUM TERBIT
Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih Samanhudi yang dikonfirmasi mengakui pencairan dana bosda triwulan I tahun anggaran 2019 mengalami keterlambatan. “Sampai awal Maret ini belum bisa dilakukan pencairan. Sebab, belum ada SK gubernur tentang penetapan penetapan KPA (kuasa pengguna anggaran-red) dan BPP (bendahara pengeluaran pembantu-red),” kata Engkos.
Ia menuturkan, SK gubernur belum terbit lantaran ada perubahan struktur organisasi tata kerja (SOTK) cabang Dinas Pendidikan. Dari yang semula delapan cabang dinas menjadi lima cabang dinas, sehingga harus ada penyesuaian administrasi terkait pengelolaan keuangan. “Sambil menunggu penyesuaian administrasi dan SK gubernur, sekarang ini calon BPP sedang dilakukan bimtek terkait verifikasi dokumen pengajuan dari kuasa pengguna anggaran (KPA )-pejabat pembuat komitmen (PPK) di kantor cabang dinas (KCD) dan sekolah, serta pembuatan surat permintaan pembayaran (SPP)- surat perintah membayar (SPM). Jadi kalau SK gubernur terbit kemudian KCD dan sekolah siap, kami yakin honor untuk guru non-ASN sudah bisa secepatnya diberikan,” tuturnya.
Terkait jumlah guru honorer di Banten, Engkos mengakui, jumlahnya lebih dari sepuluh ribu orang. Namun, saat ini masih dilakukan proses pemutakhiran data. “Ini masalahnya, mereka mengajar di SMA SMK yang kini sudah jadi kewenangan provinsi, tapi SK-nya masih SK yang ditandatangani oleh bupati walikota, bahkan ada yang dari kepala sekolah,” ungkapnya.
Sedangkan terkait besaran gaji guru honorer SMA SMK, Dindikbud telah mengatur besarannya. “Untuk gaji honorer sesuai jenjang pendidikan. Misalnya guru S-2 itu gajinya Rp1,5 juta, untuk S-1 Rp1,350 juta, sedangkan untuk D-3 sebesar Rp1,1 juta, SMA Rp1 juta. Namun, teknisnya disesuaikan dengan jam pelajaran,” kata Engkos.
Senada dikatakan Kabid SMA Dindikbud Banten Rudi Prihadi, guru honorer belum menerima gaji bila bosda belum cair. “Kami segera koordinasi dengan KCD masing-masing wilayah agar persoalan administrasi pencairan dana bosda secepatnya diselesaikan,” katanya. (radarbanten).
Post a Comment for "Ribuan Guru Honorer Dua Bulan Tak Gajian"
Silahkan tinggalkan komentar berupa saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. Hanya komentar dengan Identitas yang jelas yang akan ditampilkan, Komentar Anonim, Unknown, Profil Error tidak akan di approved