Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Teknologi Beton Hidup (Self Healing Concrete) Yang Dapat Memperbaiki Diri Sendiri Dari Keretakan


Kerusakan beton ini selain membahayakan juga seringkali jadi sumber pengeluaran paling besar dari biaya perawatan gedung. Kalau beton sudah retak, paling biasanya akan kembali ditambal dengan tambahan semen. Tapi ya itu tanda bangunanya sudah rapuh.

Kalaupun tidak terlihat retak di permukaan, material bangunan yang jelek dan penuh celah juga seringkali menimbulkan resapan air yang nantinya buat ruangan menjamur serta bau apek.

Secara umum kita bisa melihat bahwa perkembangan atau pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia cukup pesat walaupun ada masalah krisis ekonomi. Hampir 60 % material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang dipadukan dengan baja (Composite) atau jenis lainnya.

Beton konvensional untuk struktur statis dan dinamis memiliki umur layanan yang terbatas. Salah satu penentu umur layan beton adalah timbulnya keretakan akibat beban statis dan dinamis. Beton akan mengalami retak statis dan dinamis bila daya lentur dari beton terlewati.

Akibat dari kegagalan kontruksi beton adalah timbulnya kerugian tekno ekonomi dan juga membahayakan jiwa. Sehingga diperlukan suatu beton yang dapat mengakomodir perubahan bentuk tersebut akibat beban statis dan dinamis.

Victor li dan timnya dari University of Michigan, pertama kali menemukan self healing concrete tahun 2009 ini yaitu beton yang dapat melengkung ketika diberi beban karena daya lenturnya lebih tinggi dibanding beton biasa sehingga dapat mengatasi masalah keretakan dan deformasi.

Hal ini dapat dianalogikan dengan tangan yang terkena goresan kecil, kulit kita dapat menyembuhkan dengan sendirinya, tetapi jika timbul luka yang lebih lebar maka luka tersebut harus dijahit. Material penentu dari pembuatan self healing concrete ini adalah ECC (Engineered Cement Composite) yang bendable.

ECC merupakan salah satu tipe bahan komposit semen dengan perkuatan serat yang unik dan memiliki performa tinggi (Yang, 2009). ECC ini ditaburi oleh coated reinforcing fiber khusus yang dicampur merata.

ECC telah dikembangkan selama 15 tahun oleh Li dan timnya. Para engineer ini menemukan bahwa keretakan yang terjadi harus dijaga dibawah 150 µm dan jika ingin beton dapat direcovery seluruhnya harus dibawah 50 µm.

Berbeda dengan beton konvensional, ECC lebih mendekati sifat-sifat logam dibanding gelas yang artinya lebih fleksibel. Beton konvensional cenderung seperti keramik yang rapuh dan kaku.

ECC ini dapat menanggulangi kerusakan akibat becana ketika terjadi regangan dalam gempa bumi atau akibat penggunaan rutin yang berlebihan. Ketika diberi tekanan, ECC cenderung melengkung dan tidak patah.

ECC tetap utuh dan aman hingga tensile strain 5 %. Beton konvensional akan mengalami keretakan dan tidak dapat mengangkat muatan lagi pada tensile strain 0,01 %. (Li, 2009).

Rata-rata lebarnya keretakan pada self healing concrete milik Li ini adalah di bawah 60 µm, setara dengan setengah dari lebar rambut.Menurut Li, resep utamanya adalah mengekspos extra dry cement dalam beton pada permukaaan keretakan sehingga dapat bereaksi dengan air dan karbon dioksida untuk memulihkan dan membentuk lapisan tipis putih kalsium karbonat pada bekas retakan.

Kalsium karbonat ini merupakan senyawa kuat yang dapat ditemukan secara alami di kulit kerang. Dalam laboratorium, material membutuhkan antara satu sampai lima siklus proses wetting dan drying untuk pemulihan.

Sementara itu ilmuwan lain, Diane Gardner, peneliti dari Cardiff University, Wales, meraih penghargaan di ajang British Science Festival atas karyanya yakni beton yang mampu memperbaiki dirinya sendiri. Penghargaan yang disebut "You Heard It Here First" itu ditujukan bagi peneliti muda cemerlang Inggris yang sedang meniti karirnya, menemukan terobosan terbaru di dunia sains dan teknologi.

Gardner, yang berasal dari School of Engineering Cardiff University sendiri tergabung dalam kelompok peneliti yang telah berusaha mengembangkan beton yang mampu mendeteksi dan merespons kerusakan yang ada di dalam infrastrukturnya.

Temuan baru ini berpotensi memberikan dampak besar pada instalasi beton di Inggris dan belahan dunia lain, memangkas biaya perbaikan secara signifikan serta mereduksi jejak karbon.

Dalam memperbaiki dirinya sendiri, beton tersebut bekerja dalam tiga cara utama. Celah-celah retakan dikontrol menggunakan serat yang bisa dibuat dari material plastik daur ulang seperti botol. Setelah itu, bakteri ditempatkan pada beton dan akan meremajakan diri saat muncul keretakan.

Saat kerusakan mulai terjadi, bakteri itu akan menanamkan semen biologis yang akan mengisi celah-celah keretakan tersebut. Berikutnya, kapsul-kapsul berukuran nano dan mikro berisi getah atau lem penyembuh keretakan kemudian dilepaskan saat kerusakan atau keretakan mulai terjadi di dalam struktur beton yang bersangkutan.
M Hadi H, S.T.
M Hadi H, S.T. Sharing and building, berharap dapat berpartisipasi walaupun dalam hal kecil untuk kemajuan pengetahuan - Mengabdi di Dinas Pekerjaan Umum salah satu instansi Pemerintah Daerah

Post a Comment for "Teknologi Beton Hidup (Self Healing Concrete) Yang Dapat Memperbaiki Diri Sendiri Dari Keretakan"